Haruskah Nazhir/Mutawalli Memiliki Sertifikasi Kompetensi Manajer Investasi ?

Nazhir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Meskipun nazhir tidak dimasukkan dalam rukun wakaf, peran nazhir tetap besar terhadap pencapaian maksud wakaf itu, apalagi dalam era wakaf produktif seperti saat ini.

Wahbah al-Zuhaily dalam al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu (1997), baik Ulama Mazhab Hanafi maupun Jumhur tidak menjadikan Nazhir sebagai salah satu rukun wakaf. Bagi mazhab Hanafi, rukun wakaf cukup shighat, yaitu lafaz-lafaz yang menunjukkan makna wakaf. Menurut mazhab ini, wakaf terjadi dengan lafaz ijab yang keluar dari al-wakif yang menunjukkan terjadinya wakaf, sehingga wakaf menjadi mirip dengan wasiat, yaitu sebuah akad yang terjadi cukup dengan kehendak satu pihak, yaitu kehendak wakif saja. Sedangkan lafaz qobul yang diucapkan oleh mauquf alaih maka menurut apa yang difatwakan dalam mazhab Hanafi tidak termasuk rukun wakaf (1997). Demikian pula jumhur ulama tidak menyebutkan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf. Bagi mereka, rukun wakaf ada 4 yaitu wakif, harta yang diwakafkan, mauquf alaih dan shighat.

Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan return di masa yang akan datang. Sedangkan manajemen Investasi adalah proses pengelolaan uang. Pekerjaan merencanakan, meng-implementasikan dan mengawasi dana investor individual maupun institusional disebut dengan Manajemen Investasi. Dua terminologi lain yang umum digunakan untuk menjabarkan proses ini adalah manajemen portofolio dan manajemen uang. Individu yang melakukan pengelolaan portofolio investasi disebut manajer investasi, manajer uang/keuangan atau manajer portofolio. (Portofolio adalah sekelompok bentuk investasi).

Investasi selalu memiliki dua sisi, yaitu return dan risiko. Dalam berinvestasi berlaku hukum bahwa semakin tinggi return yang ditawarkan maka semakin tinggi pula risiko. yang harus ditanggung investor. Investor bisa saja mengalami kerugian bahkan lebih dari itu bisa kehilangan semua modalnya. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa tidak semua investor mengalokasikan dananya pada semua instrumen investasi yang menawarkan return yang tinggi.

Al-Zuhaily (1997) menyebutkan tiga (3) syarat bagi nazhir wakaf, yaitu: (1) Memiliki sifat adil (’adalah), Mazhab Syafii jika nazhir ditunjuk oleh wakif maka syaratnya adalah tidak benar-benar fasiq, sedangkan jika ditunjuk oleh hakim syaratnya adalah benar-benar adil dan terbebas dari tanda-tanda fasiq. Bagi mazhab Syafii, jika nazhir melakukan tindakan fasiq maka ia terpecat dan wewenangnya menjadi hak Hakim. (2) Memiliki kemampuan (kifayah) , Nazhir harus orang yang memiliki kemampuan untuk mengelola harta wakaf. Sebab, orang yang tidak cakap mengelola harta wakaf dikhawatirkan maksud wakaf tidak tercapai. (3) Islam, Dalam UU Nomor 41 tahun 2004, syarat-syarat nazhir perseorangan adalah WNI, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani dan tidak terhalang melakukan perbuatan hukum (pasal 10 ayat 1).

Menurut Ahmad Rofiq (1995: 499), syarat nazhir ada dua yaitu, memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum ± mukallaf- sehingga ia bisa mengelola wakaf dengan baik, dan memiliki kreatifitas. Syarat yang terakhir ini didasarkan kepada tindakan Umar ketika menunjuk Hafshah sebagai nazhir harta wakafnya, sebab Hafshah dianggap mempunyai kemampuan tersebut.

Dalam UU no 41 tahun 2004 pasal 11, tugas-tugas nazhir adalah sebagai berikut: (a) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf. (b) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. (c) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. (d) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Berdasarkan tugas nazhir di atas bisa saja kita menyatakan untuk point (b) merupakan bagian tugas yang paling berat, bagaimana langkah nazhir dalam mengelola aset wakaf yang pokoknya tidak boleh berkurang, khususnya aset wakaf bergerak berupa uang. Selain itu Nazhir juga harus bisa mengembangkan harta benda wakaf tersebut, bukan pekerjaan mudah tentunya. Dalam mengelola wakaf uang sedikitnya nazhir memiliki 3 pilihan yaitu (1) instrumen keuangan syariah dengan produk tabungan wakaf, deposito wakaf (ini yang familiar dan banyak dilakukan) nazhir di Indonesia. Ada yang salah, tentu tidak, hanya memang bagi hasil yang di dapatkan kecil yang diikuti risiko juga kecil. Contoh sederhana jika Nazhir mengelola wakaf uang Rp 500 Juta dan didepositokan pada Bank Syariah selama 1 tahun dengan equaivalen bagi hasil 4 % maka dalam 1 tahun manfaat wakaf Rp 20 Juta, bagaimana dengan operasional lembaga nazhir dan peruntukan mauquf alaih serta hak nazhir (10 %). Hak Nazhir Rp 2 juta, muquf alaih minimal 50 % (Rp 10 Juta), operasional dan pengembangan wakaf 40 % (8 juta), sekali lagi tidak ada yang salah dengan hal ini. Seandainya ditempatkan pada Cash Waqf Link Sukuk yang imbal hasilnya equivalen 7 % tentu manfaat wakafnya akan lebih besar dan risiko kecil sama dengan Deposito. Berdasarkan contoh sederhana tersebut pengetahuan atau kompetensi Nazhir terkait investasi itu menjadi sangat penting, belum lagi kalau dana tersebut dilakukan (2) indirect invest melalui penempatan di Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) tentu return akan lebih besar lagi tetapi juga diikuti kenaikan risiko. Bahkan kalau nazhir kategori risk lover (suka risiko) dengan melakukan investasi pada (3) sektor riil (pertanian, perikanan, perdagangan) tentu hasil yang di dapatkan akan semakin besar dan sekali lagi diikuti risiko yang juga besar.

Ilustrasi di atas terlalu sederhana tentunya karena instrumen tabungan/deposito atau CWLS merupakan instrumen low risk baskan kita bisa sebut zero risk. Jika kita masuk lagi ke instrumen investasi wakaf saham, maka kita sangat paham instrumen saham sangat volatil sehingga nazhir harus sangat paham terkait investasi pada sektor ini, selain retun yang tinggi tetapi juga high risk. Berkebang juga instrumen security crowdfunding syariah yang juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan wakaf saham tentunya. Belum lagi wakaf reksadana sayariah misalkan DIRE (Dana Investasi Real estate syariah) yang dapat memfasilitasi wakaf melalui skema sukuk berbasis aset wakaf, di mana dana yang dihimpun dari masyarakat dalam DIRE Syariah akan diinvestasikan ke aset properti yang dapat menghasilkan imbal hasil. Hasil investasi ini kemudian dapat disalurkan untuk tujuan-tujuan wakaf yang produktif, seperti pengembangan pendidikan Islam atau fasilitas kesehatan, yang menciptakan keberlanjutan pendanaan bagi umat. Banyak lagi modal investasi pada islamic comersial finance.

Semakin berkembangan integrasi wakaf dengan instrumenn keuangan komersial Islam, atupun wakaf berbasis sektor pertanian, peternakan dan lain sebagainya maka hemat penulis sangat diperlukan sertikasi kompetensi Manajer Investasi bagi lembaga Nazhir. Bisa saja ini diinisiasi oleh LSP BWI yang ada saat ini atau bisa juga kerjasama Asosiasi Nazhir Indonesia (ANI) dengan Forum Wakaf Produktif (FWP) dengan membantuk LSP P3. LSP P3 adalah Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Ketiga yang berlisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan berfungsi untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi bagi siapa saja, baik individu maupun perusahaan, di luar lingkungan lembaga pendidikan atau industri tertentu. LSP P3 bersifat independen dan dapat melayani kebutuhan sertifikasi di berbagai sektor atau profesi dengan skema yang telah ditetapkan oleh BNSP.

Nurul Huda/Wakil Rektor Universitas YARSI/Ketua Lembaga Wakaf MES/Ketua ILUNI UI KWTTI