India kemarin (8 Juni 2025) melaporkan bahwa negara itu punya kasus COVID-19 aktif lebih dari 6000 orang, tepatnya 6133 kasus. Dalam 48 jam terakhir saja dilaporkan ada penambahan 769 kasus baru. Walaupun sebagaian kasus adalah ringan tetapi kematian akibat COVID-19 juga menjadi masalah tersendiri. Sejak Januari 2025 sudah ada 65 kematian akibat COVID-19 di India, dan dalam 24 jam terakhir ada 6 kematian.
Karena kenaikan kasus ini maka India melakukan rapat yang langsung dipimpin oleh Direktur Jenderal Kesehatan setempat. Dengan perkembangan yang ada maka kini India melakukan lima hal penting. Pertama, dilakukan “mock drills” untuk mencek kesiapan kalau kasus terus meningkat. Ke dua, pemerintah pusat India sudah memberi instruksi ke seluruh negara-negara bagian untuk menjamin ketersediaan 4 hal, yaitu oksigen, tempat tidur isolasi, ventilator dan obat esensial yang diperlukan. Ke tiga, surveilans diperketat dengan penerapan program terintegrasi (“Integrated Disease Surveillance Programme”) yang secara ketat memonitor dua hal, “Influenza-Like Illness (ILI)” atau gejala serupa influenza, dan “Severe Acute Respiratory Illness (SARI)” atau gangguan pernapasan yang akut dan berat.
Hal ke empat, diberlakukan kebijakan test COVID-19 untuk semua kasus SARI yang di rawat di rumah sakit dan juga 5% kasus ILI. Lalu ke lima, juga di tetapkan kebijakan bahwa hasil positif COVID-19 pada kasus SARI lalu dikirimkan untuk pemeriksaan “Whole Genome Sequencing” melalui jaringan “Indian Council of Medical Research (ICMR)” mereka yang memang cukup baik, dan saya juga sudah beberapa kali mengunjungi ICMR ketika masih bertugas sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara yang berkantor di New Delhi.
Untuk negara kita, selain beberapa hari lalu dilaporkan beberapa kasus dari Jakarta maka hari ini ada berita media massa bahwa ada dua warga Kalimantan Timur dinyatakan positif COVID-19 berdasarkan hasil tes swab antigen. Keduanya kini tengah menjalani perawatan di ruang isolasi Rumah Sakit setempat. Tentu kita perlu surveilans ketat tentang perkembangan kasus di negara kita. Tentu kita serahkan pada Kementerian Kesehatan apakah akan (atau sudah) melakukan lima hal yang sudah dilakukan India di atas, atau barangkali ada pertimbangan lain.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas YARSI / Adjunct Professor Griffith University Australia
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Mantan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI 2009 – 2014
Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018 – 2020, dan dalam 2015 – 2020 berdomisili di New Delhi India