PB.IDI dan Puskes Haji Dukung Buka Magister Kesehatan Haji, Universitas Yarsi Siap Buka Pendidikan MagisterKesehatan Haji.

Pengurus Pusat Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (PERDOKHI) periode 2023-2026 resmi dilantik kemarin, di Rumah Sakit Yarsi, Jakarta.

Pelantikan dan pengukuhan PERDOKHI dipimpin Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Muhammad Adib Khumaidi, Sp.OT , dihadiri Kepala Pusat Kesehatan Haji(Kapus Haji) Kemenkes , Liliek Marhaendro Susilo AK.M.M dan Rektor Universitas Yarsi, Prof.dr.Fasli Jalal,Ph.D.

Program kerja utama PERDOKHI akan segera dilaksanakan waktu dekat ini meliputi tiga bidang, pendidikan, wisata dan ekonomi kreatif serta bidang teknologi kesehatan. Hal itu dikatakan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) PERDOKHI periode 2023-2026 Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR, MARS saat pelantikan.

Selanjutnya Doktor Syarief sapaan akrab Ketua Umum PP PERDOKHI menjelaskan, bidang pendidikan akan segera merealisasikan pembukaan program studi magister (S2) kesehatan haji bekerjasama  Universitas Yarsi.

Upaya telah dilakukan, sebelum pelantikan, PP PERDOKHI sudah melakukan audiensi ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Agama(Kemenag) dan Rektorat Universitas Yarsi.

“Alhamdulillah semua menyambut niat baik PERDOKHI memajukan kesehatan calon jemaah haji Indonesia”, ujar Doktor Syarief juga salah satu pendiri PERDOKHI.

Sedangkan bidang wisata dan ekonomi kreatif memiliki ide meningkatkan potensi wisata religi di Indonesia akan dipromosikan khususnya ke calon jemaah haji sedang dalam masa tunggu pembinaan kesehatan. Bidang teknologi PERDOKHI juga memiliki gagasan untuk meningkatkan skrining kesehatan calon jemaah haji melalui aplikasi getwell.

“Kami berharap program kerja ini dapat membawa banyak manfaat bagi calon jemaah haji Indonesia,” ujar Doktor Syarief.

Sementara Rektor Universitas Yarsi, Prof.dr.Fasli Jalal, Ph.D, mengatakan, keilmuan terkait haji waktu ke waktu semakin berkembang. Disinilah dokter menangani kegiatan haji perlu koordinasi. Seperti, spesialis jantung, paru, internis, gizi , rehabilitasi medik dan sebagainya, Sehingga jemaah haji bisa termotivasi beribadah dan membangun hubungan selama proses ibadah haji di tanah suci dan kembali ke Indonesia selamat dan sehat.

Di Indonesia selama ini dokter spesialis haji atau master kesehatan haji belum ada. Jika mau diwujudkan pendidikannya tentunya harus didudukkan keilmuannya. Perlu dipikirkan bersama.

“Bagi dokter dan dokter spesialis apa cukup ditambah pendidikan haji saja. Sementara untuk magister managemen perlu ditambah kesehatannya,” tanya Prof Fasli.

Guru Besar Universitas Yarsi menegaskan, kegiatan haji itu luas cakupannya. maka pendirian pendidikan magister terkait haji perlu dikajikan terkait apa keilmuannya, tidak spesialis, tidak profesi atau profesi maka perlu dukungan kesepakatan profesi. “Jadi sebelum terbentuk pendidikan magister haji , perlu dibahas keilmuannya,” pintanya.

Prof Fasli mengungkapkan dalam kegiatan ibadah haji, perguruan tinggi (PT) punya peran seperti bidang penelitian profil jemaah haji Indonesia.

Dalam waktu dekat, Universitas Yarsi akan mendiskusikan dengan PERDOKHI perlukah universitas berusia hampir 56 tahun ini menyediakan pasca sarjana dan membahas komposisi antara ilmu kesehatan dan managemen haji.

“Apabila akan diadakan pendidikan haji tingkat magister, dari keilmuannya atau profesi. Universitas Yarsi siap buka pendidikan,” tutur Alumnus Doktor Cornell University New York.

Setelah itu kedepan Universitas Yarsi akan banyak bicara dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi . Dalam hal ini Universitas Yarsi butuh masukan dari Kemenkes ( Pusat Kesehatan Haji ), para ahli terkait , Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

Kepala Pusat Kesehatan Haji (Kapus Haji) Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo AK.M.M mengatakan peran PT pada kegiatan transformasi kesehatan haji terletak pada fungsi pendidikan dan penelitiannya untuk pengembangan pelayanan ibadah haji dan kualitas layanan haji.

Pusat Kesehatan Haji (Puskes Haji) selaku penyelenggara butuh partisipasi masyarakat, termasuk organisasi profesi. Jika diadakan atau didirikan pendidikan magister kesehatan haji, Puskes Haji akan mendukung. “Karena itu sebelumnya harus ada badan dibentuk organisasi profesi bertugas mengampu cabang disiplin ilmu (Kolegium).

Puskes Haji hadir mengkoordinir bagaimana fungsi Pendidikan, penelitian dan ujungnya pemberian pelayanan lebih baik serta pengembangan layanan.

Menurut Ketua Umum (Ketum) PB IDI bicara spesialis kesehatan haji, ini nanti ada rumpun keilmuannya. ada body of knowledgenya, butuh waktu membangun spesialis kesehatan haji . Paling tidak Kesehatan haji itu bukan satu disiplin ilmu, tetapi menjadi satu kolaborasi dengan ilmu-ilmu Kesehatan atau ilmu kedokteran lain seperti preventif, promotive, kuratifnya.

“Jadi kalau membangun pendidikan pascasarjana terkait haji, lebih utama memanage untuk magister kesehatan haji dan ini lebih dibutuhkan”tutur dr.Adib panggilan akrab Pak Ketum PB IDI.

Selanjutnya apabila nanti mau belajar magister kesehatan haji syaratnya harus menyelesaikan pendidikan dokter, tidak cukup sarjana kedokteran. PB.IDI akan dukung dan mendorong dibukanya pendidikan magister kesehatan haji. Sementara dokter spesialis kesehaan haji belum diperlukan, karena terkait rumpunnya. (usman)