Sebagian orang sudah beranggapan bahwa kusta adalah penyakit masa lalu. Tidak demikian halnya, setiap tahun di dunia masih ada sekitar 200.000 kasus baru pasien penyakit Kusta atau Lepra. WHO menyebutkan bahwa tiga negara penyumbang kasus kusta didunia hingga kini adalah Brazil, India dan negara kita Indonesia. Data Kementerian Kesehatan 2025 (sampai 31 Mei 2025) maka di negara kita ada 3.716 kasus baru kusta, jadi masih ada ribuan pasien kusta baru di negara kita di tahun 2025 sekarang ini. Khusus untuk anak-anak, dari 30 provinsi yang melaporkan kasus kusta baru, terdapat 26 provinsi ditemukan kasus kusta anak. Bahkan, proporsi kasus anak tahun 2025 mengalami peningkatan dibanding tahun 2024, ini mengindikasikan banyaknya sumber penularan dewasa di sekitar kasus anak di negara kita.
Strategi Umum Pengentasan Kusta di negara kita adalah peningkatan penemuan kasus, agar dapat ditangani dengan baik. Ini dilakukan mengingat setidaknya ada tiga permasalahan yang perlu ditanggulangi. Pertama adalah masih rendahnya penemuan kasus dibanding estimasi jumlah kasus yang ada, yaitu baru 38,9% sesuai data tahun 2024. Ke dua, cakupan kemoprofilaksis yang juga masih rendah, yaitu 13.9% di tahun 2024, apalagi kalau mengingat adanya target 80%. Ke tiga, cakupan pengobatan selesai tepat waktu masih di angka 84%.
Pada tanggal 7 sampai 9 Juli 2025 bulan depan di Bali akan diselenggarakan Kongres internasional kusta ini, yaitu “The 22nd International Leprosy Congress (ILC)”. Kongres ini akan membahas tiga hal. Pertama, pemutakhiran prevalensi kusta dan strategi eliminasi, ke dua tentang diagnosis, pengobatan termasuk “Multidrug Therapy (MDT)” dan ketiga bagaimana penanganan stigma dan juga program rehabilitasi.
Tema kongres kusta internasional di Bali ini adalah “Towards a World with Zero Leprosy”. Tentu harapan kita ini bukan hanya internasional, akan baik kalau kegiatan di Bali bulan juga merupakan langkah penting “Towards Indonesia with Zero Leprosy” juga ya.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Adjuncy Professor Griffith University
Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara