Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi dunia bisnis. Sehingga, perubahan- perubahan dalam bisnis akibat perkembangan teknologi disebut juga dengan revolusi industry. Pada sub bab ini akan dibahas perkembangan revolusi industri mulai dari revolusi industry 4.0 sampai 5.0. Hal ini berkaitan dengan teknologi pada industry 4.0 lebih canggih daripada generasi sebelumnya.
Revolusi industri 4.0 diperkenalkan oleh Schwab ekonomi dunia dari Jerman tahun 2017. Konsep revolusi industri 4.0 yang dipaparkan oleh Schwab dalam bukunya “The Fourth Industrial Revolution” adalah Revolusi Industri 4.0 yang akan mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Fundamental dalam kehidupan manusia dalam bagaimana produksi, konsumsi, dan berhubungan satu dengan lainnya, didorong dari konvergensi fisik, digital maupun manusia itu sendiri.
Perkembangan teknologi yang disebut dengan revolusi industri 4.0 juga membuat istilah disrupsi menjadi populer. Istilah disrupsi diperkenalkan oleh Clayton M Christensen tahun 1997 melalui buku yang berjudul “The Innovator Dilemma”. Buku Clayton tersebut menceritakan tentang bentuk persaingan dunia bisnis fokus pada inovasi. Clayton menjelaskan penyebab kekalahan perusahaan-perusahaan besar oleh perusahaan dengan skala yang kecil baik kecil dalam asset maupun sumber daya manusia adalah perusahaan yang fokus pada inovasi.
Pengembangan revolusi industri 4.0 menjadi dasar lahirnya Society 5.0/Masyarakat 5.0. Society 5.0 biasa juga disebut dengan revolusi industri era 5.0 merupakan konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based). Era society 5.0 dikembangkan oleh Jepang. Gagasan society 5.0 ini muncul sebagai respon dari perkembangan teknologi 4.0 yang dapat menurunkan peran manusia. Konsep ini juga diharapkan dapat menjawab permasalahan revolusi industri 4.0 dan mengintegrasikan dunia nyata dengan dunia maya. Integrasi dunia nyata dengan dunia maya ini dibantu oleh teknologi seperti AI, robot, IoT, dan lainnya. Sehingga, integrasi ini dapat melayani kebutuhan manusia yang dapat menciptakan warga masyarakat nyaman dan dapat menikmati hidup.
Financial Technology (Fintech) merupakan Salah Satu Bentuk Bisnis Berbasis Teknologi Di Industry Keuangan. Prinsip Yang Dimunculkan Dari Fintech Ini Adalah Cashless Dengan Target Pasar Pada Masyarakat Yang Tidak Bankable. Hasil Riset Menunjukkan Bahwa Masyarakat Indonesia Lebih Banyak Memiliki Handphone Berbasis Teknologi Atau Biasa Disebut Dengan Smartphone.
Fintech terdiri dari beberapa jenis (Fauzia, 2018) , yaitu : (1) Fintech Payment Gateaway, model fintech ini untuk transaksi pembayaran secara praktis, sehingga mengurangi penggunaan uang fisik atau disebut dengan cashless. Fintech ini mendukung transaksi pada e-commerce ataupun transaksi bisnis berbasis aplikasi. Layanan fintech payment gateaway ini berupa e-wallet (dompet elektronik), contohnya : Go-Pay, OVO, Dana, Shopee Pay, dan lain-lain. Sistem fintech ini membuat masyarakat bisa menyimpan dana pada aplikasi dan menggunakannya untuk transaksi jual beli atau pembayaran. (2) Fintech Peer to Peer Lending, model fintech peer to peer lending
untuk digunakan dalam transaksi pinjam meminjam atau hutang piutang. Aplikasi ini mempertemukan antara kreditur dan debitur secara online tanpa bertemu secara fisik. (3) Fintech Crowdfunding, sistem fintech crowdfunding ini berupa kegiatan pengumpulan dana untuk mendanai proyek atau kegiatan filantropi. Fintech crowdfunding dominan digunakan oleh lembaga keuangan sosial Islam yaitu Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf. (5) Fintech Lainnya Model-model fintech lainnya berupa fintech di bidang perencanaan dan manajemen keuangan keluarga serta UMKM.
Bagaimana Industri wakaf menyikakapi hal ini ? Kalau kita lihat anatomi nazhir yang ada di Indonesia ± 66 % nazir perorangan yang dalam perkemabangannya (1) tetap menjadi nazhir perorangan yang turun temurun (2) Nazhir perorangan dan peningkatan kualitas pengelolaan dan (3) berubah menjadi nazir perkumpulan atau badan hukum dengan orientasi pengeloaan sudah modern. 34 % nazir perkumpulan dengan kategorisasi (1) 65-75 % dilatar belakangi oleh lembaga LAZ dan menambah cakupan kegiatan Wakaf sehingga aset komersial yang dikelola masih sangat terbatas (2) 11-20 % dilatar belakangi lembaga keuangan BMT, dengan kompetensi dana sakala mikro namum kemampuan pengelolaan program terbatas (3) 15-20 % dilatar belakangi lembaga wakaf dengan background nazir prefesional dan modern dengan kompetensi dan wawasan yang memadai.
Berdasarkan anotomi industri nazir tersebut maka potensi terbesar nazhir yang berpotensi akan banyak bersentuhan dengan Fintech merupakan nazhir dengan jumlah 34 % dan lebih khusus 15- 20% (dari 34 %). Ini bisa lebih difokuskan dalam mencreate sinergi antara Industri fintec dan industri wakaf.
Kekuatan Indonesia dalam sektor Fintec tidak hanya tercermin dari peringkat, tetapi juga dari kontribusi substantif dalam jumlah perusahaan Islamic Fintech yang tersedia. Dengan 64 perusahaan Islamic Fintech, Indonesia menempati urutan kedua secara global, berada di antara Arab Saudi yang memiliki 72 perusahaan dan Malaysia yang memiliki 58 perusahaan. Kontribusi ini sangat signifikan melihat dari total 490 Islamic Fintech global, sepuluh negara teratas termasuk Indonesia, menyumbang 79% dari keseluruhan entitas dalam industri ini. Pencapaian ini menunjukkan kemampuan Indonesia dalam menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi keuangan syariah dan menarik investasi di sektor Islamic Fintech.
Saat ini, sektor Islamic Fintech global didominasi oleh lima sub sektor utama. Dari total 490 perusahaan Islamic Fintech global yang teridentifikasi, 72% diantaranya bergerak di sub sektor alternative finance (101), payments (69), wealth management (66), raising funds (59), serta deposits and lending (55). Sementara itu, 28% lainnya bergerak di delapan sub sektor berbeda yang mencakup digital assets (32), enabling technologies (26), technology providers (19), insurance (18), social finance (17), capital markets (14), back office (7), serta business intelligence (7).
Bagi nazir wakaf dengan kompetensi yang dimiliki sudah saatnya terus meningkatkan sinergi dengan industri islamic fintec untuk lebih mengoptimalkan aset wakaf yang pada akhir akan meningkatkan manfaat aset wakaf.
Nurul Huda
Wakil Rektor Universitas YARSI/Ketua Lembaga Wakaf MES/Ketua Umum ILUNI UI KWTTI


