The 1st International Symposium and Workshop: “Medical Genetics Update: From Genomic to Clinic”

Genetika adalah ilmu penyakit keturunan yang membahas, mulai dari materi genetik, bahan-bahan yang menyebabkan sesuatu kehidupan, ciri-ciri dan kualitas dari bahan-bahan yang diwariskan dari orang tua kepada anak-anaknya hingga penyakit-penyakit yang ditimbulkannya. Bagian terkecil tubuh adalah sel, di dalam sel terdapat inti sel yang mengandung kromosom berjumlah 46. Laki-laki dan wanita normal mempunyai jumlah kromosom yang sama, hanya penulisan simbolnya tidak sama yaitu 46, XY untuk laki-laki dan 46, XX untuk wanita. Simbol ini artinya laki-laki dan perempuan mempunyai jumlah kromosom 46 dengan 44 kromosom bukan penanda kelamin (autosom) dan 2 kromosom penanda kelamin yaitu satu kromosom X dan Y pada laki-laki dan sepasang kromosom X pada wanita. Di dalam kromosom terdapat DNA yang merupakan bahan keturunan, yang akan memberikan informasi genetik dalam bentuk kumpulan molekul DNA yang disebut gen.

Sejak tahun 2005 dengan ditemukannya alat-alat yang lebih mutahir bisa mensekuens seluruh genome manusia maka  penelitian dan pelayanan kesehatan berkembang berbasis pada pola genom seseorang. Alat mutakhir seperti NextGen Sequencing (NGS) mampu membaca sekuen (urutan huruf genetik) keseluruhan DNA manusia (atau disebut Genomik) dalam waktu kurang dari satu minggu dengan biaya yang jauh lebih murah dibanding 10 tahun yang lalu.  Genomik berbeda dengan genetik, karena genetik hanya membahas penyakit kromosomal dan gangguan gen Tunggal (pewarisan Mendel) sedang genomic membahas seluruh genom manuasia sehingga mengamati genom seseorang secara individual.  Pada era genomic ini perawatan dan pengobatan suatu penyakit termasuk kanker mulai mempertimbangkan pola DNA seseorang yang diberikan secara individual, untuk penyakit yang sama mungkin akan diberikan obat yang tidak sama sehingga memberikan istilah One size does not fit for all. Pengobatan berdasarkan pola DNA ini sekarang juga mendapat perhatian pemerintah dengan berdirinya Biomedical and Genome Science Initiative (BGSI) 2 tahun yang lalu. Beberapa istilah penerapan ilmu genomik dalam kedokteran adalah

  • Precision medicine adalah pendekatan perawatan pasien yang memberikan kesempatan dokter untuk memilih pengobatan yang paling tepat berdasarkan pada pemahaman genetik penyakit mereka. Pada pengobatan presisi ini diharapkan: The right treatment at the right dose for the right person at the right time for the right outcome.
  • Personalized medicine :pengobatan individu yang menggunakan informasi tentang: gen seseorang, produk protein gen, dan lingkungan; untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati penyakit
  • Pharmacogenomics: pengobatan dimana dosis obat atau jenis obat disesuaikan dengan variasi genomics yang dimiliki pasien
  • Targeted Treatment: memblokir pertumbuhan dan penyebaran kanker dengan memberikan obat inhibitor kanker dalam bentuk molekul kecil (small molecule inhibitors) yang mampu mentargetkan protein tertentu yang telah mengalami mutasi spesifik yang terlibat dalam pertumbuhan, perkembangan, dan penyebaran kanker
  • Germline Mutation and Hereditary Cancer Prevention: upaya mengevaluasi risiko munculnya kanker akibat pewarisan variasi gen bawaan pada anggota keluarga. Di era pemeriksaan genomik dengan alat NGS menghasilkan data variasi genomik yang perlu dikomunikasikan oleh konselor genomik. Tindak lanjut dari penerjemahan data genomik bisa merekomendasikan upaya deteksi pada usia yang lebih awal misalnya pemeriksaan payudara dan kolon di usia 25 tahun, mengingat seseorang yang mewarisi variasi genomik tertentu bisa memiliki risiko mengalami kanker di usia yang lebih muda dibanding populasi umum (yang cenderung mengalami kanker di usia lanjut).

Pada era genomic inilah beberapa penyakit yang sudah bertahun-tahun tidak terdiagnosis, sehingga perawatan dan pengobatan tertunda atau kurang tepat akhirnya bisa ditegakkan diagnosisnya, adalah penyakit Rare Disease atau penyakit langka, seperti beberapa sindrom yang gejalanya sangat spesifik antara lain Sindrom Prader Willi, sindrom DiGeorge dan beberapa sindrom yang diwariskan. Keluarga dan anggota keluarga lainnya bisa mendapatkan informasi apakah penyakit ini diwariskan atau terjadi secara spontan hanya pada anak yang sakit saja. Hal ini dapat disampaikan oleh seorang konselor genetika yang akan menjelaskan dari test-test genetik/genomic yang diperlukan, hasil atau interpretasi laboratorium, pola pewarisan penyakit dan risiko untuk terulangnya penyakit pada anggota keluarga lainnya

Informasi dan nasihat tersebut berupa pengetahuan tentang keadaan penyakitnya, kemungkinan perkembangannya dan dapat diturunkannya penyakit tersebut, dan juga tentang cara-cara pencegahan serta penanggulangannya.

Orang tua atau keluarga yang mengetahui bahwa anaknya lahir dengan Kelainan dan  mendengar berita jelek bahwa dirinya membawa penyakit yang dapat diwariskan biasanya sangat depresi, mudah emosional, marah, malu dan bersalah diri, ada perasaan berdosa, dan saling menyalahkan antara suami dan isteri., sehingga tidak bijaksana bila pada saat ini konselor mulai mewawancarainya. Beberapa saat kemudian disusul oleh rasa apatis dan pasrah, yang diikuti dengan perasaan menerima dan sadar pada saat inilah konselor mulai bisa memberikan nasihat dan tindakan suportif tetapi tidak memberikan keputusan. Untuk tindak lanjutnya keputusan tergantung pada keluarga penderita. Oleh karena itu konselor (orang yang memberikan konseling genetika) harus memahami keluarga penderita. Konseling boleh diberikan oleh setiap tenaga medis yang ramah dan berperasaan serta memahami prinsip-prinsip genetika, mempunyai pengetahuan yang luas tentang penyakit-penyakit yang berdasarkan keturunan. Pemberian konseling sebaiknya dilakukan ditempat yang tenang, agak terpisah dari keramaian rumah sakit dan diberikan waktu yang cukup yaitu minimal setengah jam .

Bila masih ada masalah-masalah yang terus berlanjut maka konselor perlu mengadakan kontak ulangan, apalagi bila masih ada pertanyaan yang timbul yang membutuhkan jawaban. Tindak lanjut ditinjau dari segi penderita dan keluarganya, oleh karena itu perlu tindakan atau anjuran rehabilitasi pada penderita. Misalnya pada kasus sindroma Down harus diterangkan kepada keluarganya, bahwa perlu latihan sedini mungkin bagi penderita karena otot-ototnya yang lemah. Dengan latihan dini ternyata dapat menaikkan intelegensia dan membantu anak untuk bisa mandiri dimasa mendatang.

Tindakan pencegahan misalnya, kepada keluarga penderita ditawarkan untuk mengikuti kontrasepsi baik yang mantap ataupun sementara karena kemungkinan risiko anak dengan kelainan atau terkena penyakit genetik pada kehamilan berikutnya. Kasus sindroma Down dan beberapa penyakit kromosomal lainnya lebih sering dilahirkan oleh ibu dengan usia diatas 35 tahun. Karena itu terhadap ibu dengan usia > 35 tahun disarankan untuk mengikuti tindakan diagnosis prenatal pada awal kehamilannya untuk mendeteksi apakah bayi yang dikandungnya menderita kelainan genetik atau tidak.

Saat ini sedang sangat populer diagnosis prenatal non invasif karena nyaman untuk para ibu hamil dan tidak memberikan risiko keguguran yaitu hanya dengan mengambil darah ibu hamil setelah 10 minggu maka dapat memprediksi kondisi anak akan menderita penyakit genetika atau kelainan kongenital. Namun harus diperhatikan bahwa test non invasif atau Non invasive Prenatal Testing (NIPT) yang ditawarkan biasanya hanya untuk diagnosis sindrom klasik dengan kelainan jumlah kromosom (aneuploidi), sedang test yang lebih lengkap seperti pada sindrom-sindrom dengan mikrodelesi atau mikroduplikasi dan penyakit dengan kelainan gen Tunggal atau  penurunan Mendel (diwariskan) membutuhkan test NIPT yang lebih lengkap.  Test NIPT ini  hanya merupakan screening yang perlu konfirmasi lebih lanjut dengan test yang invasif. Ada 2 macam cara diagnosis prenatal invasif yaitu biopsi plasenta (“CVS atau chorionic villus sampling”), pungsi cairan amnion (amniosentesis). Sampel yang diperoleh selanjutnya diperiksa secara sitogenetik dan atau analisis DNA. Tujuan diagnosis prenatal adalah untuk menduga adanya kelainan bayi dalam kandungan pada trimester pertama. Bila tindakan invasive ini tidak dikehendaki, bisa ditawarkan pemeriksaan maternal serum (darah ibu hamil). Misalnya pada bayi dengan sindroma Down terdapat kenaikan, hormon Human chorionik gonadotropin (HCG) dan penurunan AFP (“alpha fetoprotein”) dan “unconjugated oestriol “.  Sedang  pada Ibu hamil dengan bayi tanpa tulang kepala (neural tube defect ) terdapat kenaikan AFP.

Dengan penegakkan diagnosis dan pemberian konseling ini diharapkan, masyarakat mulai memahami penyakit keturunan dan mudah menerima nasihat yang diberikan oleh para konselor. Dengan demikian para penderita penyakit genetik dan keluarganya sadar untuk ikut andil dalam mengurangi peningkatan insidens penderita penyakit genetik yang dapat membebani masyarakat maupun pemerintah.

Tindakan yang masih menjadi masalah di Indonesia adalah pengakhiran kehamilan, bila ternyata hasil diagnosis prenatal menunjukkan kecurigaan adanya bayi dengan kelainan genetik. Untuk memodifikasi hal ini kita bisa memberikan alternatif lain seperti klinik pranikah atau klinik prakonsepsi yang mungkin dimasa mendatang dapat menjadi kebutuhan masyarakat.

Di klinik ini, pasangan-pasangan baru dapat merencanakan masa depan keluarganya setelah memperoleh informasi tentang kemungkinan adanya penyakit genetik atau risiko berulangnya penyakit genetik. Misalnya pada Neural Tube Defect (NTD) yaitu kelainan bawaan pada sistim saraf antara lain tidak terbentuknya tulang kepala perlu diberi penjelasan bahwa munculnya kembali kelainan seperti ini dapat dicegah dengan pemberian asam folat dosis tinggi sejak sebelum terjadinya kehamilan sampai pada trimester pertama. Dengan cara ini, aspek pencegahan penyakit genetik tidak kalah penting atau setara dengan pelayanan pencegahan penyakit lainnya seperti imunisasi, pencegahan penyakit kelamin dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, dalam upaya memberikan peningkatan pengetahuan untuk Masyarakat medis maupun masyarakat pada umumnya tentang pelayanan, pencegahan, perawatan dan pengobatan penyakit genetik di era genomic ini, Universitas YARSI menyelenggarakan The 1st International Symposium and Workshop: “Medical Genetics Update: From Genomic to Clinic” /ISMGU. Acara ini merupakan bagian dari perayaan Dies natalis ke-57 Universitas YARSI dan terlaksana berkat kolaborasi antara Program Studi Magister dan Doktor Sains Biomedis Sekolah Pascasarjana, Fakultas Kedokteran, serta Pusat Penelitian Genomik/Genetik Universitas YARSI.

Kegiatan ini terdiri atas satu hari workshop dan dua hari simposium. Narasumber yang hadir merupakan pembicara terkemuka dari dalam negeri serta internasional  seperti dari Mesir, Tunisia, Filipina, Malaysia, Thailand, serta Korea Selatan. Dalam acara ini juga direncanakan inisiasi pembentukan Perhimpunan Genetika Medik Asia Afrika (AfroAsia Medical Genetic Society/AAMGS) yang diharapkan sebagai sarana bagi para peneliti, dosen dan klinisi untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman, serta riset bersama tentang penyakit genetik yang mungkin mempunyai karakteristik penyakit genetik yang berbeda antar negara.

 

Prof. dr. Sultana MH Faradz, PhD
Ahmad Rusdan H Utomo PhD

Universitas YARSI, 16-18 Mei 2024