Uji Klinik Vaksin Tuberkulosis yang sedang jadi berita

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa Bill Gates sedang mengembangkan vaksin TB untuk dunia, dan Indonesia jadi salah satu tempat yang akan diujicoba.
Dalam hal ini maka yang dilakukan adalah uji klinik penelitian kandidat vaksin TB, fase tiga. Perlu diketahui bahwa uji klinik adalah suatu bentuk penelitian / riset untuk menilai modalitas baru (bisa obat, vaksin, alat diagnosis dll.) dan mengevaluasi efeknya pada kesehatan manusia. Orang yang masuk dalam penelitian ini harus bersifat sukarela, dan mendapat penjelasan yang rinci sebelum mau bergabung sebagai sampel dalam suatu uji klinik. Jadi jelas tidak ada paksaan, dan jelas harus dengan penuh transparansi.
Dalam prosesnya uji klinik (apapun bentuknya) di desain dengan sangat seksama, di analisa secara mendalam, dan harus disetujui oleh aparat berwenang sebelum dimulai, termasuk komite etika penelitian.
Seluruhnya 4 fase uji klinik. Yang pertama dilakukan pengujian pada hanya sedikit orang saja, untuk menilai dosis yang aman dan mengidentifikasi efek samping. Hal ini dapat didahului dengan pra uji klinik sebelumnya pada binatang, sesudah penelitian laboratorium. Sesudah hasil fase satu cukup baik dan terbukti aman maka dilanjutkan dengan fase dua, yang dilakukan pada jumlah kasus yang lebih banyak, untuk memonitor efek samping dan mulai menilai efektifitas hasilnya.
Selanjutnya dilakukan fase ke tiga, seperti yang dilakukan di Indonesia untuk vaksin tuberkulosis sekarang ini. Pada fase ini penelitian uji klinik dilakukan pada lebih banyak lagi orang di berbagai negara dan mungkin juga berbagai benua. Untuk uji klinik vaksin tuberkulosis fase tiga ini maka informasinya akan dilakukan pada sekitar 20 ribu orang di lima negara, termasuk Indonesia. Hasil uji klinik fase tiga ini -kalau memang berhasil baik dan tidak ada efek samping bermakna- seringkali merupakan langkah sebelum produk nya (dalam hal ini vaksin) akan disetujui untuk digunakan secara luas. Selanjutnya, yang terakhir adalah uji klinik fase empat, yang dilakukan di masing-masing negara (sesudah vaksin disetujui dn digunakan) dengan populasi yang sudah amat luas dan waktu evaluasi yang lebih lama.
Prof Tjandra Yoga Aditama (sedang di New York, berfoto di  bangunan vessel ini)
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI / Adjunct Professor Griffith University
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara