Pernahkah Anda masuk ke lobi universitas dan melihat plakat megah bertuliskan “Visi” dan “Misi”? Kalimat seperti “Mencetak lulusan unggul” atau “Mewujudkan pendidikan berkualitas” terpampang indah, tapi coba tanya mahasiswa atau dosen: “Apa visi kampus ini?” Banyak yang bingung, lupa, atau menjawab berbeda-beda. Ini tanda klasik: visi dan misi yang seharusnya jadi “bintang penuntun” malah berakhir sebagai hiasan dinding—cantik dipandang, tapi kosong makna.
Lebih parah lagi, banyak visi dan misi disusun hanya untuk memenuhi syarat akreditasi, tanpa proses mendalam yang melibatkan dosen, mahasiswa, atau alumni. Sosialisasi? Minim. Internalisasi? Jauh dari harapan. Akibatnya, pernyataan yang seharusnya menginspirasi jadi klise tak bermakna, tak memberi arah atau semangat. Bayangkan kapal tanpa kompas—itulah nasib universitas dengan visi yang hanya formalitas. Salah satu kesalahan fatal adalah memulai visi dengan kata kerja proses seperti “menghasilkan,” “mencetak,” atau “mewujudkan.” Kata-kata ini menunjukkan proses atau aktivitas, yang seharusnya ada di misi.
Visi harus menggambarkan keadaan ideal masa depan, diawali dengan “Menjadi” untuk menunjukkan tujuan jangka panjang. Misalnya, visi seperti “Mencetak lulusan berkompeten” adalah kesalahan—itu misi. Visi yang benar adalah “Menjadi universitas terkemuka dunia yang dikenal karena lulusan inovatifnya.” Tapi, tenang!
Dengan kerangka visi dari Jim Collins dan Jerry I. Porras (Harvard Business Review, September–Oktober 1996), perguruan tinggi bisa menyusun visi, misi, nilai, dan BHAG (Big Hairy Audacious Goal) yang hidup, inspiratif, dan benar-benar memandu.
Mari kita jelajahi pentingnya elemen-elemen ini, cara menyusunnya dengan tepat, dan lihat contoh dari empat universitas: Universitas Bina Nusantara (Binus) sebagai PTS umum di Indonesia, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sebagai PTS Islam di Indonesia, International Islamic University Malaysia (IIUM) sebagai PTS Islam internasional, dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai referensi global.
Mengapa Visi, Misi, Nilai, dan BHAG Penting?
Collins dan Porras menyebut visi sebagai jantung organisasi, termasuk perguruan tinggi. Visi yang kuat memberikan arah strategis, memotivasi civitas academica, dan membedakan universitas dari kompetitor. Visi adalah hasil gabungan dari dua pilar: ideologi inti (nilai inti dan tujuan inti) dan gambaran masa depan (BHAG dan deskripsi hidup). Berikut penjelasannya:
Ideologi Inti: Jiwa Perguruan Tinggi
Nilai Inti (Core Values)
Nilai inti adalah DNA universitas—prinsip yang menentukan budaya akademik dan pengambilan keputusan. Untuk universitas Islam, nilai seperti “keimanan” atau “keadilan sosial” sering menjadi inti; untuk PTS umum, nilai seperti “inovasi” atau “kewirausahaan” mungkin lebih menonjol. Nilai ini penting untuk menciptakan konsistensi dan kepercayaan, bahkan saat dunia pendidikan berubah.
Tujuan Inti (Core Purpose).
Ini adalah “mengapa” universitas ada, di luar menghasilkan lulusan atau pendapatan. Tujuan inti adalah alasan abadi yang membuat dosen dan mahasiswa bangga. Dalam pendidikan tinggi, tujuan inti sering mirip dengan misi, fokus pada dampak pendidikan saat ini. Contoh: “Memberdayakan generasi untuk memecahkan tantangan global.”
Gambaran Masa Depan: Impian yang Mengguncang
BHAG (Big Hairy Audacious Goal).
BHAG adalah tujuan besar, berani, dan terukur yang mendorong universitas melampaui batas. Contohnya, “Menjadi 50 universitas terbaik dunia” atau “Mendidik 1 juta pemimpin berkelanjutan pada 2040.” BHAG membuat seluruh kampus bersemangat menuju cita-cita besar.
Deskripsi Hidup (Vivid Description).
Ini adalah narasi emosional yang membuat BHAG terasa nyata. Misalnya, untuk BHAG “Menjadi pusat inovasi global,” deskripsi hidup bisa berbunyi: “Kami membayangkan kampus kami sebagai magnet bagi pemikir terbaik dunia, menciptakan solusi untuk krisis iklim dan menginspirasi mahasiswa untuk mengubah dunia.”
Kesalahan Umum:
Visi yang Jadi Proses
Selain kurangnya sosialisasi dan internalisasi, salah satu kesalahan terbesar adalah menulis visi seperti misi. Visi harus menggambarkan keadaan masa depan yang diinginkan, diawali dengan “Menjadi,” bukan proses untuk mencapainya. Kata kerja seperti “menghasilkan,” “mencetak,” atau “mewujudkan” menunjukkan aktivitas, yang seharusnya ada di misi.
Contoh yang Salah: “Mencetak lulusan yang kompeten secara global.” Ini misi, karena fokus pada proses (mencetak).
Contoh yang Benar: “Menjadi universitas terkemuka dunia yang dikenal karena lulusan inovatifnya.” Ini visi, karena menggambarkan keadaan ideal di masa depan dengan “Menjadi.”
Collins dan Porras menegaskan bahwa visi adalah sintesis dari ideologi inti dan gambaran masa depan, sementara misi menjelaskan langkah konkret saat ini. Mari kita lihat bagaimana empat universitas menerapkan kerangka ini dengan benar, dimulai dengan visi untuk mencerminkan urutan konvensional.
Contoh Kasus 1:
Universitas Bina Nusantara (Binus), Indonesia (PTS Umum)
Latar Belakang: Universitas Bina Nusantara (Binus) adalah PTS terkemuka di Indonesia, dikenal dengan fokus pada teknologi, kewirausahaan, dan pendidikan berbasis industri, dengan akreditasi Unggul dari BAN-PT (2022).
Berikut penerapan kerangka Collins dan Porras:
Visi: “Menjadi universitas swasta terkemuka Asia Tenggara dalam inovasi teknologi dan kewirausahaan.”
Visi ini menggunakan “Menjadi” untuk menggambarkan keadaan ideal, bukan proses seperti “menghasilkan” atau “mewujudkan.”
Misi (Tujuan Inti): “Menyelenggarakan pendidikan berbasis teknologi dan kewirausahaan untuk menghasilkan lulusan yang berdaya saing global.”
Misi ini mencerminkan aktivitas saat ini: mendidik dengan fokus pada teknologi dan kewirausahaan untuk dampak global.
Nilai Inti: Inovasi, kewirausahaan, keunggulan akademik.
Binus menjunjung kreativitas teknologi, semangat wirausaha, dan standar pendidikan tinggi yang relevan dengan industri.
BHAG: “Menjadi universitas swasta terkemuka Asia Tenggara dalam inovasi teknologi pada 2035.”
Tujuan ini terukur (berdasarkan reputasi dan peringkat regional), ambisius, dan mendorong Binus untuk memperkuat penelitian dan kolaborasi industri.
Deskripsi Hidup: “Kami membayangkan Binus sebagai pusat inovasi teknologi Asia Tenggara, di mana mahasiswa dan dosen menciptakan solusi digital yang mengubah industri, dari startup hingga korporasi global. Kampus kami adalah rumah bagi wirausahawan muda yang memimpin revolusi teknologi di kawasan ini.”
Analisis:
Visi resmi Binus (“A World-class university, fostering and empowering the society in building and serving the nation”) kadang menggunakan elemen proses seperti “fostering and empowering,” yang lebih cocok untuk misi. Dengan kerangka Collins dan Porras, visi Binus dipertajam dengan “Menjadi” untuk fokus pada keadaan masa depan. Binus sudah baik dalam sosialisasi melalui program seperti Binus Startup Accelerator, tapi internalisasi bisa ditingkatkan dengan melibatkan mahasiswa dalam merumuskan visi, misalnya melalui forum BEM.
Contoh Kasus 2:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Indonesia (PTS Islam)
Latar Belakang:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) adalah PTS Islam terkemuka di Indonesia, di bawah naungan Perserikatan Muhammadiyah, dengan akreditasi Unggul dari BAN-PT (2021) dan peringkat 561–580 di Asia versi QS AUR 2025. UMY mengintegrasikan nilai Islam dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Berikut penerapan kerangka Collins dan Porras:
Visi: “Menjadi universitas Islam terkemuka Asia yang dikenal karena lulusan berintegritas dan berinovasi.”
Visi ini menggunakan “Menjadi” untuk menggambarkan keadaan ideal, bukan proses seperti “menghasilkan” atau “mewujudkan.”
Misi (Tujuan Inti): “Menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat berbasis nilai Islam untuk menghasilkan lulusan yang berdaya saing global.”
Misi ini mencerminkan aktivitas saat ini: mendidik dan meneliti dengan landasan Islam untuk dampak global.
Nilai Inti: Keimanan, keunggulan akademik, keadilan sosial.
UMY menjunjung nilai Islam, standar akademik tinggi, dan komitmen untuk melayani masyarakat dengan prinsip keadilan.
BHAG: “Menjadi universitas Islam terkemuka Asia yang menghasilkan 100.000 pemimpin berbasis nilai Islam pada 2040.”
Tujuan ini terukur, ambisius, dan mendorong UMY untuk memperluas dampaknya melalui pendidikan dan penelitian Islam.
Deskripsi Hidup: “Kami membayangkan UMY sebagai pusat keunggulan Islam di Asia, di mana mahasiswa dari seluruh dunia belajar mengintegrasikan ilmu dan iman untuk memecahkan tantangan global seperti kemiskinan dan ketimpangan. Kampus kami adalah rumah bagi pemimpin Muslim yang menginspirasi perubahan dunia dengan keadilan dan inovasi.”
Analisis:
Visi resmi UMY (“Menjadi universitas unggul dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berdasarkan nilai-nilai Islam”) sudah menggunakan “Menjadi” dan selaras dengan kerangka Collins dan Porras. Namun, visi bisa lebih spesifik dengan menekankan posisi regional (Asia) dan dampak global. UMY telah melakukan sosialisasi melalui program internasional dan kegiatan kemahasiswaan berbasis Islam, tetapi internalisasi bisa ditingkatkan dengan melibatkan mahasiswa dalam merumuskan visi, misalnya melalui forum BEM atau seminar nilai Islam.
Contoh Kasus 3: International Islamic University Malaysia (IIUM), Malaysia (PTS Islam Internasional)
Latar Belakang:
International Islamic University Malaysia (IIUM) adalah PTS Islam terkemuka di Asia, didirikan pada 1983, dengan fokus pada pendidikan berbasis Islam dan reputasi global (peringkat 4 universitas Islam terbaik dunia versi UniRank 2021).
Berikut penerapan kerangka Collins dan Porras:
Visi: “Menjadi universitas Islam terkemuka dunia yang memajukan ilmu dan keadilan berbasis nilai Islam.”
Visi ini menggunakan “Menjadi” untuk menggambarkan keadaan ideal, bukan proses seperti “menghasilkan” atau “mencetak.”
Misi (Tujuan Inti): “Mengintegrasikan nilai Islam dalam pendidikan dan penelitian untuk menghasilkan lulusan yang berkontribusi pada keadilan global.”
Misi ini fokus pada aktivitas saat ini: mendidik dan meneliti dengan landasan Islam.
Nilai Inti: Keimanan, keilmuan, keberagaman.
IIUM menjunjung nilai Islam, keunggulan akademik, dan kolaborasi lintas budaya untuk memajukan umat.
BHAG: “Menjadi universitas Islam nomor satu dunia dalam inovasi pendidikan berbasis Islam pada 2040.”
BHAG ini ambisius, terukur (berdasarkan peringkat global), dan mendorong IIUM untuk memimpin pendidikan Islam.
Deskripsi Hidup: “Kami membayangkan IIUM sebagai pusat global pendidikan Islam, di mana mahasiswa dari berbagai negara belajar mengintegrasikan ilmu dan iman untuk mengatasi tantangan dunia, dari perubahan iklim hingga ketimpangan sosial. Kampus kami adalah simbol harmoni budaya dan inovasi Islam.”
Analisis:
Visi resmi IIUM (“A global centre of educational excellence inspired by Islamic principles”) sudah menggunakan pendekatan “Menjadi” dan selaras dengan kerangka Collins dan Porras. IIUM kuat dalam sosialisasi melalui program internasional dan kegiatan berbasis Islam, seperti kuliah tamu ulama global. Internalisasi nilai Islam terlihat dalam kurikulum yang mengintegrasikan ilmu syariah dan sains modern, tetapi bisa diperkuat dengan lebih banyak keterlibatan mahasiswa dalam perumusan visi.
Contoh Kasus 4: Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat
Latar Belakang:
MIT adalah pemimpin global dalam sains, teknologi, dan inovasi, dengan visi dan misi yang mencerminkan keunggulan dan dampak dunia.
Berikut penerapan kerangka Collins dan Porras:
Visi: “Menjadi pemimpin global dalam inovasi sains dan teknologi untuk masa depan yang lebih baik.”
Visi ini menggunakan “Menjadi” untuk menggambarkan keadaan ideal, bukan proses seperti “menghasilkan teknologi” atau “mencetak inovator.”
Misi (Tujuan Inti): “Memajukan pengetahuan dan mendidik mahasiswa dalam sains, teknologi, dan bidang lain untuk melayani bangsa dan dunia.”
Misi ini fokus pada aktivitas saat ini (penelitian dan pendidikan) dan selaras dengan tujuan inti yang abadi.
Nilai Inti: Inovasi, kolaborasi, keunggulan ilmiah.
MIT menjunjung penemuan berani, kerja sama lintas disiplin, dan standar akademik tertinggi.
BHAG: “Menjadi pemimpin revolusi teknologi global dengan menghasilkan 1.000 startup inovatif pada 2040.”
BHAG ini ambisius, terukur, dan memperkuat reputasi MIT sebagai inkubator kewirausahaan.
Deskripsi Hidup: “Kami membayangkan MIT sebagai pusat inovasi dunia, di mana mahasiswa dan peneliti menciptakan teknologi yang mengatasi krisis energi, kesehatan, dan pendidikan. Kampus kami adalah tempat ide-ide besar lahir, dan lulusan kami membangun perusahaan yang mengubah cara dunia hidup.”
Analisis:
Misi MIT kuat dan terinternalisasi, terlihat dari program seperti MITx dan Media Lab. Visi MIT menggunakan pendekatan “Menjadi” untuk fokus pada keadaan masa depan sebagai pemimpin global, menghindari kata kerja proses. Sosialisasi MIT efektif, dengan nilai inti seperti inovasi tercermin dalam budaya kampus dan inisiatif kewirausahaan. Cara Menyusun Visi, Misi, Nilai, dan BHAG yang TepatBerdasarkan kerangka Collins dan Porras, berikut panduan untuk perguruan tinggi, dengan penekanan pada penggunaan “Menjadi” dalam visi dan menghindari kata kerja proses:
Visi: Tetapkan Keadaan Ideal Masa Depan
Gunakan “Menjadi” untuk menggambarkan keadaan masa depan, hindari kata kerja proses seperti “menghasilkan” atau “mewujudkan.”
Contoh: “Menjadi universitas Islam terkemuka Asia dalam inovasi dan keadilan.”
Tips: Pastikan visi singkat, inspiratif, dan menggambarkan keadaan ideal.
Misi (Tujuan Inti):
Definisikan Aktivitas Saat Ini
Tanyakan: “Apa dampak abadi kampus ini?” Tulis dalam kalimat singkat (10–15 kata) yang fokus pada aktivitas saat ini.
Contoh: Misi UMY: “Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian berbasis Islam untuk lulusan berdaya saing global.”
Tips: Misi boleh menggunakan kata kerja seperti “menyelenggarakan” atau “mendidik,” karena fokus pada proses saat ini.
Nilai Inti: Temukan DNA Kampus
Kumpulkan dosen, mahasiswa, dan alumni untuk mengidentifikasi 3–5 nilai yang mencerminkan identitas universitas, misalnya, “keimanan” untuk PTS Islam atau “kewirausahaan” untuk PTS umum.
Contoh: UMY memilih “keimanan” dan “keadilan sosial”; Binus memilih “kewirausahaan” dan “teknologi mutakhir.”
Tips: Hindari nilai generik kecuali benar-benar unik. Uji dengan: “Apakah nilai ini akan kita pertahankan dalam krisis?”
BHAG: Impikan yang Besar
Tetapkan tujuan 10–30 tahun yang berani dan terukur, seperti “Menjadi 50 universitas terbaik dunia” atau “Mendidik 10 juta pelajar via platform online.”
Contoh: BHAG Universitas Islam Indonesia (UII): “Menjadi universitas Islam terkemuka dunia dengan 50.000 lulusan pemimpin pada 2040.”
Tips: BHAG harus menantang tapi realistis (peluang sukses 50–70%).
Deskripsi Hidup:
Ceritakan Masa Depan
Tulis narasi 1–2 paragraf yang menggambarkan dunia saat BHAG tercapai, menggunakan bahasa emosional.
Contoh:
Untuk BHAG Binus: “Kami melihat Binus sebagai pusat teknologi Asia Tenggara, di mana mahasiswa menciptakan startup yang mengubah industri digital.”
Tips: Buat narasi yang membangkitkan semangat civitas academica.
Membuat Visi Hidup di Kampus Agar visi tidak jadi hiasan dinding, perguruan tinggi harus:
Libatkan Civitas Academica:
Adakan lokakarya dengan dosen, mahasiswa, dan alumni. UMY bisa melibatkan BEM atau organisasi kemahasiswaan Islam; Binus bisa melibatkan komunitas startup mahasiswa.
Sosialisasikan:
Integrasikan visi ke orientasi mahasiswa, pelatihan dosen, dan media kampus. IIUM melakukan ini melalui kuliah tamu ulama global; MIT melalui program seperti MITx. Internalisasikan: Terapkan nilai inti dalam kurikulum dan kegiatan kemahasiswaan.
Misalnya, jika nilai inti UMY adalah “keimanan,” adakan program pengabdian masyarakat berbasis Islam; jika nilai Binus adalah “kewirausahaan,” adakan kompetisi startup tahunan. Tinjau Berkala: Evaluasi visi setiap 3–5 tahun, tapi pertahankan ideologi inti kecuali ada perubahan besar.
Penutup
Waktunya Menginspirasi!
Visi, misi, nilai, dan BHAG adalah peta jalan yang membuat perguruan tinggi tidak hanya bertahan, tapi mengubah dunia. Dengan menggunakan “Menjadi” untuk visi dan menghindari kata kerja proses seperti “menghasilkan” atau “mencetak,” universitas seperti Binus, UMY, IIUM, dan MIT menunjukkan bagaimana visi yang kuat bisa menggerakkan civitas academica. Yuk, kumpulkan tim kampus, gali nilai inti, dan ciptakan BHAG yang bikin dunia pendidikan berdecak kagum. Saatnya ubah plakat di dinding menjadi bintang penuntun yang membawa universitas Anda ke masa depan!