Diplomasi Kesehatan Global

Pada 17 dan 18 September 2025 ini saya menjadi salah seorang narasumber dan fasilitator pada Pelatihan Diplomasi Kesehatan Global yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur Kesehatan Kementerian Kesehatan. Pada 17 September saya memberikan presentasi tentang berbagai aspek diplomasi kesehatan di WHO, dan juga saya sampaikan tentang deklarasi di ASEAN serta side event di G20. Untuk diplomasi di WHO saya paparkan empat proses pengaturan (“governance”) penting, yaitu “World Health Assembly (WHA)”, “Executive Board (EB)”, “Programme, Budget and Administration Committe (PBAC)” dan “Standing Committee on Health Emergency Prevention, Preparedness and Response (SCHEPPR)”. Untuk setiap proses saya sampaikan empat aspeknya, yaitu tujuan dan manfaatnya, frekuensi kegiatannya, siapa pesertanya dan bagaimana proses penyusunan agendanya. Saya sampaikan juga bahwa kegiatan “SCHEPPR” baru mulai dilakukan sesudah Pandemi COVID-19 dan dilakukan dalam dua kerangka, pertama kalau sedang ada “Public Health Emergency of Internasional Concern (PHEIC) dan ke dua di luar keadaan PHEIC.

Pada 18 September 2025 saya bertindak sebagai fasilitator -bersama teman dari Kementerian Luar Negeri- pada kegiatan simulasi yang menarik, dimana seluruh peserta memerankan kegiatan seakan-akan sedang menjalani sidang di kantor WHO di Jenewa, lengkap dengan cara menyusun dan menyampaikan intervensi negosiasi, mencermati perbedaan pendapat antar negara, memahami kaidah diplomatik yang biasa di pakai serta berbagai aspek kesiapan dan pelaksanaan negosiasi internasional di WHO. Topik yang dipilih adalah tentang “Pathogen access and benefit sharing – PABS” yang pada dasarnya terdiri dari dua sisi yang harus adil dan setara, pertama adalah negara memberi akses pada patogen penyakit yang mungkin menimbulkan pandemi dan dua adalah bagaimana kemudian negara kemudian mendapat “manfaat” dari akses patogen yang diberikan. “Manfaat” ini dapat saja dalam bentuk sarana diagnostik, ketersediaan vaksin, kemudahan mendapat obat dan juga bagaimana transfer teknologi serta penguatan sumber daya di negara yang memerlukannya.

Saya terkesan dengan antusiasme dan kesungguhan para peserta. Semua kita menyadari bahwa diplomasi kesehatan global adalah bagian penting bagi program kesehatan bangsa kita, yang menunjukkan peran serta aktif kita dalam kesehatan dunia.

 

Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI / Adjunct Professor Griffith University
Penerima Rekor MURI April 2024 penulis artikel COVID-19 di media massa, Penghargaan Paramakarya Paramahusada 2024 PERSI dan Penerima Penghargaan Achmad Bakrie XXI 2025 bidang Kesehatan