KBRN, Jakarta: Dugaan malpraktik kembali mencuat dan memicu diskusi soal keadilan hukum bagi dokter. Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia IDI, Dr. Farah P. Karaouw mengatakan, perlunya memahami konteks kasus.
Menurutnya, tidak semua dugaan malpraktik dapat langsung dikaitkan dengan pidana. “Belum tentu bisa dikaitkan sepenuhnya menjadi kasus hukum,” kata Farah kepada RRI di Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Ia mengatakan, struktur pidana menuntut dua unsur pelanggaran yang sangat jelas. Unsur itu termasuk tindakan yang menimbulkan cedera berat atau kematian.
Advertisement
Namun, ia mengatakan, banyak kasus justru berawal dari kondisi medis yang kompleks. “Di awal itu sering tanpa niat, hanya murni proses klinis,” katanya.
Ia memastikan, setiap dokter tidak memiliki niat untuk menyakiti pasien. Ia berkata, “Semua dokter bekerja tanpa niat buruk, itu prinsip dasar,” ucapnya.
Ia menyebut, dalam hukum pidana, unsur kesengajaan sangat penting. Sementara tindakan medis sering berada dalam kondisi risiko terukur tanpa maksud jahat.
Dr. Farah berharap, JDN menjadi wadah dokter muda untuk berkembang. Ia mengatakan, “Dokter muda punya energi besar untuk perubahan positif,” ujarnya.
JDN menargetkan lahirnya kebijakan kesehatan yang lebih berpihak pada masyarakat. Mereka berharap kebijakan itu tidak hanya populis tetapi benar-benar berdampak.
Wakil Ketua JDN IDI, Dr. Ade Fajri Kurnia mengatakan, sanksi berlapis akibat dugaan malpraktik membuat dokter tertekan. “Kalau sudah dihukum etik, kenapa harus dipidana lagi?” kata Dr. Ade.
Ia menggambarkan, dampak psikologis bagi dokter muda yang kehilangan waktu praktik. Kondisi itu bisa memengaruhi karier dan stabilitas ekonomi mereka.
Untuk itu, lanjut dia, diperlukan solidaritas dalam profesi dokter. “Kesejawatan harus terjaga karena kita satu ruh,” katanya.
Ia menekankan, perlunya kebersamaan demi tujuan pelayanan kesehatan masyarakat. Langkah itu disebutnya sebagai wujud pengabdian kepada bangsa.


