Jakarta, 24 Juni 2025 — Dalam upaya membangun kesadaran hukum di kalangan pelajar, Fakultas Hukum Universitas YARSI melalui program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) melaksanakan kegiatan penyuluhan hukum bertajuk “Peningkatan Pemahaman Hukum Terkait Perundungan Fisik di Kalangan Remaja” yang berlangsung di SMAN 27 Jakarta Pusat.
Kegiatan ini diketuai oleh Nelly Ulfah Anisariza, S.H., M.H., bersama anggota tim Tresia Elda dan Ade Nursanti, serta melibatkan mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas YARSI. Mitra kegiatan terdiri dari 50 orang siswa dan guru SMAN 27 Jakarta Pusat, yang aktif mengikuti rangkaian penyuluhan dan diskusi hukum.
Definisi Perundungan Fisik “Perundungan fisik adalah tindakan menyakiti secara langsung tubuh korban, seperti memukul, menendang, mendorong, menjambak, atau bentuk kekerasan fisik lainnya yang dilakukan secara berulang dan disengaja dengan tujuan menyakiti atau menakuti korban.”
Penyuluhan dilakukan melalui pendekatan persuasif dan partisipatif, meliputi ceramah materi (50%) dan diskusi dua arah (50%), serta dilengkapi pre‑test dan post‑test untuk mengukur penguasaan materi oleh peserta.
Tim juga menyampaikan bahwa perundungan fisik memiliki konsekuensi hukum tegas sesuai Pasal 351 KUHP, yaitu penganiayaan dengan ancaman pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda, tergantung tingkat luka korban.
Nelly Ulfah Anisariza menyampaikan: “Kami berharap kegiatan ini mampu membuka mata siswa bahwa kekerasan fisik dalam bentuk apapun tidak dapat ditoleransi. Pemahaman hukum sejak dini penting agar remaja menyadari batasan dalam berperilaku.”
Ade Nursanti menambahkan: “Perundungan bukan hanya menyakitkan secara fisik, tapi juga meninggalkan luka psikologis yang dalam. Karena itu, penting bagi sekolah untuk menciptakan ruang yang aman dan mendukung korban.”
Tresia Elda juga menyampaikan pandangannya: “Melalui kegiatan ini, kami ingin mendorong perubahan sikap dan budaya di sekolah. Dengan edukasi hukum yang tepat, siswa bisa menjadi pelopor anti-bullying di lingkungannya.”
Data Tren Perundungan di Sekolah Indonesia Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada tahun 2024:
- Terdapat 573 kasus kekerasan di sekolah, naik dari 285 kasus pada 2023.
- Dari total kasus tersebut, 31 % terkait perundungan, sedangkan kekerasan fisik sebesar 10 %.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melaporkan bahwa berdasarkan Asesmen Nasional 2022: – Sekitar 36,31 % peserta didik (sekitar 1 dari 3 siswa) mengalami perundungan di sekolah.
Data ini menunjukkan betapa serius dan maraknya kasus perundungan fisik, termasuk di jenjang SMA. Hal ini memperkuat urgensi kegiatan penyuluhan hukum seperti ini, agar dapat memutus rantai budaya kekerasan di sekolah.
Kegiatan ini menjadi wujud konkret implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dan komitmen FH Universitas YARSI dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan berbudaya hukum.