Prof. dr. Jurnalis Udin, PAK., Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) Jakarta menghadiri dan menyambut baik kegiatan Latihan Keselamatan dan Mitigasi Gempa Bumi di Universitas YARSI. Kegiatan yang diselenggarakan berkat kerjasama Yarsi Relief Agency (YARA) dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diikuti oleh sekitar 60 orang peserta, berlangsung di Ruang Seminar Rektorat Universitas YARSI Jakarta (Senin, 8/04/2019).
Peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan petugas security Univ. YARSI mendapat pelatihan dari 3 (tiga) personil Widyaiswara Pusdiklat BNPB dengan narasumber yaitu Dr. Marlina Adisty, M.Si., R. Theodora Eva Yuliana Aritonang, A.Ks, M.Si. (HAN)., dan Sri Hastuti, S.Sos, M.Si. (HAN).
Prof. Jurnalis dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas kedatangan kawan-kawan dari BNPB dan memberikan pelatihan kepada peserta yang hadir pada acara itu. Turut hadir Wakil Rektor III Universitas Yarsi Dr. Dra. Himmi Marsiati, MS. dan Ketua Pusat YARA, Dr. dr. Sri Wuryanti, MS., Sp.GK. yang sebelumnya sudah membuka acara secara resmi.
“Saya kira jangan hanya gempa bumi saja, tapi kebakaran paling sering terjadi. Rumah sakit kita di sebelah (Univ. YARSI) belum dibuka sudah mengalami kebakaran,” ucap Prof. Jurnalis
Sewaktu pengerjaan bangunan Rumah Sakit YARSI ada tukang bangunan yang membuang puntung rokok di tempat yang kebetulan terdapat barang-barang yang mudah terbakar, kemudian api menjalar, dan akhirnya kebakaran. Menurutnya, waktu kejadian bukan apinya yang berbahaya, namun asapnya yang membuat beberapa orang tukang harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis.
“Asuransi tidak mengkafer bencana gempa bumi, sehingga sewaktu membangun gedung Univ. YARSI minta kepada insyinyur (arsitek) agar konstruksinya harus tahan gempa 9 skala richter,” ujar Prof. Jurnalis.
“Apakah itu aman? Tidak juga, kalau seandainya garis gempa yang terjadi itu berada di bawah gedung kita, bisa rengkah (retak) juga. Jadi gempa yang aman itu tidak ada. Maka dari itu kita melakukan latihan keselamatan apalagi bila disatukan dengan kebakaran itu sangat baik sekali,” ucap Prof. Jurnalis.
“Biasanya yang dikafer oleh asuransi itu akibat kebakaran, banjir, dan huru-hara. Kalau banjir tidak begitu banyak lagi terjadi, huru-hara pun demikian karena masyarakat lebih sejahtera dibandingkan dengan dulu-dulu. Yang banyak terjadi sekarang itu adalah kebakaran dan gempa yang tidak bisa diramalkan,” tambahnya.
Prof. Jurnalis mencontohkan kejadian gempa bumi di tahun 2009 yang terjadi di Sumatera Barat tidak hanya dinding-dinding yang pecah, tapi lorong-lorong (koridor) bangunan juga hancur. Artinya, akibat yang ditimbulkan oleh gempa di Sumatera Barat itu sangat luar biasa dahsyatnya. Sehingga banyak gedung-gedung yang harus diratakan untuk pembangunan kembali (rekonstruksi). Tapi ada juga bagunan yang oleh insinyurnya cuma dipoles-poles saja dan dipasang lagi. Hal demikan sudah bisa dipastikan rekonstruksi semacam itu jelas tidak aman.
“Saya yakin itu tidak aman, makanya saya tidak mau tinggal di sana,” kelakar Profesor yang berasal dari Daerah Sulit Air, Kabupaten Solok, Sumatera Barat ini disambut dengan gelak-tawa peserta.
Prof. Jurnalis minta agar ada SOP-SOP untuk sosialisasi gempa atau kebakaran. Beliau juga menyarankan kalau bisa Univ. YARSI selalu mengadakan acara latihan keselamatan dan mitigasi gempa/kebakaran minimal 1 (satu) tahun sekali, bila perlu diadakan 2 (dua) kali atau tiap 6 (enam) bulan sekali. Sebab menurutnya, upaya penyelamatan diri saat bencana itu perlu dan harus dilatih.
“Hanya kita yang bisa menyelamatkan diri kita, keluarga kita, dan kawan-kawan kita. Oleh karena itu kita latih terus supaya ini menjadi suatu kebiasaan bagi kita. Semoga latihan berharga ini bermanfaat bagi kita semuanya.” Ucap Prof. Jurnalis mengakhiri sambutannya. (ART)