Wakaf berdasarkan peruntukkan merupakan salah satu macam wakaf yang dilihat dari segi kemanfaatannya. Jenis wakaf ini dibagi lagi menjadi tiga, yaitu wakaf khairi, wakaf ahli, dan wakaf musytarak.
Wakaf khairi sebagaimana namanya khair memiliki makna baik. Jenis wakaf ini memang ditujukkan untuk segala macam jenis kebaikan. Sehinga Wakaf khairi adalah wakaf yang manfaatnya digunakan untuk kebaikan yang terus menerus dan tahan lama. Pihak yang memberikan barang wakaf (wakif) mensyaratkan bahwa wakaf harus digunakan untuk menyebar manfaat jangka panjang, contohnya masjid, sekolah, rumah sakit, hutan, sumur, dan bentuk lainnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Wakaf ahli sebagaimana namanya ahli memiliki makna keluarga. Wakaf ahli adalah wakaf yang diserahkan untuk keluarga berikut anak, cucu, dan kerabat. Wakaf Ahli merupakan jenis wakaf yang kebermanfaatannya ditujukan untuk keturunan wakif. Wakaf ini dilakukan oleh wakif kepada kerabat atau keluarganya, contohnya kisah wakaf Abu Thalhah yang membagikan harta wakaf untuk keluarga pamannya.
Wakaf Musytarak merupakan wakaf yang manfaatnya ditujukan untuk keturunan wakif dan masyarakat umum, contohnya yaitu yayasan yang berdiri di atas tanah wakaf, pembebasan sumur pribadi untuk digunakan oleh masyarakat luas. Wakaf musytarak adalah wakaf kombinasi antara wakaf khairi dan wakaf ahli di mana manfaat atau hasil wakaf sebagiannya diperuntukan bagi kesejahteraan umum dan sebagiannya lagi diperuntukan bagi keluarga wakif, contohnya seseorang mewakafkan toko miliknya dengan menetapkan bahwa 50% hasil dari pengelolaan toko untuk anak-anaknya dan 50 % untuk pondok pesantren.
Wakaf Syekh Omar bin Abdullah Bamadhaj adalah contoh praktik wakaf musytarak di Singapura di mana hasil pengelolaan wakafnya dialokasikan untuk keluarga di Singapura dan Hadramaut, serta untuk kepentingan dhuafa, masjid, dan sekolah berbasis Islam.
Wakaf musytarak di Johor dilakukan oleh Johor Corporate dengan mewakafkan saham perusahaannya melalui Waqf An-Nur Corporate, yang menyalurkan manfaatnya kepada keluarga (wakaf ahli) sebesar 70%, untuk kepentingan agama (sabilillah) 25%, dan untuk masyarakat umum (wakaf khairi) 5%.
Kembali kepada esensi wakaf ahli, apakah masih diperbolehkan ? Dasar hukum yang utama dalam wakaf ahili adalah wakaf yang dilakukan Abu Thalhah. Wakaf Ahli Abu Thalhah merujuk pada kisah Abu Thalhah, sahabat Nabi Muhammad SAW, yang mewakafkan kebun kesayangannya, Kebun Bairuha, dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk dimanfaatkan bagi kepentingan kerabat dekatnya. Kebun Bairuha, yang berlokasi di sekitar Masjid Nabawi, menjadi salah satu harta Abu Thalhah yang paling dicintai, dan ia mewakafkannya setelah mendengar ayat Al-Qur’an (QS 3 : 92) tentang berinfak dari harta yang dicintai. Abu Thalhah termotivasi mewakafkan kebunnya setelah mendengar firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 92, yang berarti “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.
Bagaimana dengan aturan hukum positif di Indonesia tentang wakaf ahli ? Dasar hukum wakaf ahli di Indonesia berasal dari ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadis) dan kemudian dikodifikasikan dalam hukum positif melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan peraturan pelaksananya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, khususnya pada Pasal 30 ayat (4), (5), dan (6) yang mengatur tentang wakaf ahli. Lebih lanjut kita lihat Pasal 30 ayat 4-6 yang bunyinya sebagai berikut : (4) Pernyataan kehendak Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dalam bentuk wakaf khairi atau wakaf-ahli.(5) Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukkan bagi kesejahteraan umum sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif. (6) Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf ahli karena hukum beralih statusnya menjadi wakaf khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.
Contoh secara historis wakaf ahli lainnya yaitu : (1) Abu Bakar: mewakafkan tanahnya di Mekah untuk anak keturunannya. (2) Zubair bin Awwam: mewakafkan rumahnya untuk anak keturunannya. (3) Imam Syafi’i: mewakafkan rumahnya di Fustat (Kairo) untuk anak keturunannya.
Meskipun wakaf ahli bagian dari ajaran Islam yang ditetapkan oleh Rasulullah dan sudah banyak praktiknya, namun beberapa negara telah menghapus atau membatalkannya seperti Turki tahun 1926, Lebanon tahaun 1948, Syria tahun 1949, Mesir tahun 1952, Irak tahun 1954, Libya tahun 1974, dan Emirat tahun 1980. Penghapusan wakaf ahli ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya: tekanan dari penjajah, dianggap melanggar hukum waris, buruknya pengelolaan wakaf ahli, dan dianggap kurang dapat memberikan manfaat bagi kesejahtraan umum.
Untuk kasus Indonesia memang agak sulit kita mencarikan contoh terkait dengan wakaf ahli ini, kalau sejenak kita melihat provinsi Sumatera Barat yang mengenal konsep harta pusaka (tanah pusako) khususnya pusako tinggi memiliki karakteristik yang sama dengan wakaf ahli. Pusako
tinggi dalam kuantitas besar disebut juga dengan tanah adat atau tanah ulayat. Tanah adat tidak boleh dijualbelikan, berpindah tangan dan dimiliki oleh individu. Anggota kaum hanya memperoleh hak pakai atas tanah adat selama membutuhkan. Hak pakai dapat berlanjut kepada seluruh keturunan garis ibu sesuai sistem matriarkat. Jadi Tanah pusako di Minangkabau masuk kategori wakaf ahli, yaitu tanah yang manfaatnya diperuntukkan khusus untuk suatu suku dan kaum. Langkah yang harus dilakukan agar pusako tinggi bisa menjadi tanah wakaf tentu harus memperhatikan rukun wakaf yaitu (1) wakif, Mamak kepala waris beserta dua atau tiga mamak lain bisa menjalankan fungsi wakif (2) Harta benda wakaf : harta benda wakaf tidak bergerak (Tanah pusako) (3) mauquf alaih : anak, kemenanakan dan kerabat dalam kelompok suku (Seluruh anggota kaum tetap ). (4) ikrar wakaf, andaikan ini dipenuhi maka pusako tinggi sudah menjadi wakaf ahli. Siapa nazhir yang akan mengelola maka mamak dan anak-kemenakan bisa menjadi nazhir. Andaikan ini bisa direalisasikan tentu sumatera barat bisa dijadikan model pengembangan wakaf ahli.
Nurul Huda/Warek IV Universitas YARSI/Ketua Lembaga Wakaf MES/Ketua Umum ILUNI UI KWTTI