Yarsi Ajak Kaum Muda Aware Tanggulangi TB

Setiap hari, hampir 4400 orang meninggal karena tuberkulosis (TB) dan sekitar 30.000 orang jatuh sakit karena penyakit TB . Meskipun penyakit TB dapat dicegah dan diobati.

TB adalah penyebab utama kematian orang dengan HIV dan kontributor utama resistensi antimikroba.

Ketua Pusat Peduli TBC (Yarsi  TB Care) Dr Helwiah Umniyati drg., MPH menyatakan hal itu dalam rangka memperingati Hari Tuberculosis Dunia tahun 2023 , di Universitas Yarsi,kemarin.

Lebih lanjut Doktor Helwiah mengatakan, berdasarkan Global TB Report Tahun 2022, Indonesia berada pada peringkat kedua negara dengan beban TB terbanyak di dunia setelah India, dengan perkiraan kasus baru sebanyak 969.000 kasus dan incidence rate 354/100.000 penduduk.

Sementara laporan WHO juga memperkirakan kematian tuberkulosis di Indonesia sekitar 35 per 100.000 penduduk atau 93.000 orang meninggal akibat TB pada tahun 2018, artinya tiap jam ada 11 kematian karena tuberkulosis.

Menurut Dosen Yarsi, memperingati Hari TB Sedunia ini kita harus optimis, Penyakit Tuberkulosis dapat di eliminasi, sesuai dengan target pemerintah kita tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 67 tahun 2021 eliminasi TB pada tahun 2030.

Banyak hal menjadi tantangan dalam penyakit Tuberkulosis diantaranya, belum semua orang sakit TB mau berobat dan ditemui, orang sudah didiagnosa TB tidak mau berobat ke layanan Kesehatan serta pasien TB tidak minum obat secara teratur (putus berobat) ini menyebabkan resisten terhadap obat sehingga diperlukan obat yang lebih tinggi linie nya yang dikenal dengan TB RO (TB Resisten Obat).

Selain itu banyak keluarga kontak serumah menolak menerima TPT (terapi Pencegahan TB). Maksudnya bila salah satu anggota keluarga terkena TB misalnya bapaknya menderita TB, maka anggota keluarga lain harus minum TPT, terutama anak balita.

Adanya Stigma dan diskriminasi di masyarakat pada penyintas TB dan lainnya.

Ketua Yarsi TB Care ini menambahkan peringatan Hari Tuberculosis Dunia kali ini di Universitas Yarsi diisi serangkaian kegiatan pada remaja dalam bentuk lomba poster dan lomba tiktok serta seminar hybrid dengan tema:  ” Yes ! We Can End TB”.  Peran Generasi Muda Dalam Membantu Mengakhiri Penyakit Tuberkulosis.

Sedangkan ingin dicapai Universitas (Yarsi TB Care) dalam kegiatan ini, mengajak generasi (kaum) muda aware akan penyakit TB dan berperan menanggulangi TB di Indonesia.

Menurutnya banyak kegiatan dapat dilakukan generasi muda membantu program pemerintah dalam mengeliminasi TB, misalnya anak muda menjadi agen perubahan dengan cara mengedukasi masyarakat, keluarga dan teman sebaya mengenai penyakit TB.

Selain itu, keterlibatan anak muda memanfaatkan media sosial sebagai media menyebarkan informasi dan edukasi terkait TB dengan bahasa lebih sesuai dengan generasi muda dan tampilan lebih menarik.

Selanjutnya dapat membantu dalam melakukan kegiatan IK (investigasi kontak) secara langsung kepada kontak serumah dan kontak erat pasien.

Kaum muda bisa juga melakukan penelitian terkait TB.  Mengurangi Stigma dengan mendukung pasien TBC dan keluarganya dengan memerangi stigma dan diskriminasi di masyarakat. “Bahkan kaum muda dapat melakukan advokasi pemangku kebijakan terkait TBC,” ujar Ibu  Doktor berhijab.

Doktor Helwiah juga menerangkan tentang Yarsi TB Care, salah satu pusat di Universitas Yarsi fokus pada penyakit tuberkulosis didirikan 2 September 2009 berdasarkan surat keputusan rektor di bawah pengawasan wakil rektor III.

Sejak berdiri Yarsi TB Care telah melaksanakan berbagai kegiatan menunjang program Pemerintah untuk penanggulangan penyakit TBC. Kegitan-kegiatan ini melibatkan civitas akademika di lingkungan Universitas Yarsi  bekerjasama dengan berbagai mitra. Yarsi TB Care memiliki tenaga profesional dari berbagai disiplin ilmu yang juga merupakan dosen Universitas Yarsi .

Pada masa pandemi Covid-19 Yarsi TB Care melaksanakan Pengabdian pada masyarakat dengan melakukan pelatihan pada kader  menggunakan dana hibah internal, semua kegiatan ini full online dengan melakukan webinar.

Sementara, Ketua Tim Kerja TBC Kementerian Kesehatan Republik Indonesia , dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA menjadi pembicara seminar di Yarsi mengatakan, Epidemi tuberkulosis membutuhkan penyesuaian paradigma di penanganan yang berpusat pada pasien secara individu yang berkontek sosial lebih luas.

Kemudian  tanggung jawab untuk mengakhiri epidemi tuberkulosis tidak hanya sektor kesehatan saja. Penanggulanganan TB menjadi tanggung jawab bersama kementerian, lembaga pemerintah, daerah provinsi maupun kabupaten kota hingga pemerintah desa serta pemangku kepentingan lainnya untuk melaksanakan penanggulangan tuberkulosis.

Perpres ini terdiri dari 33 pasal mengamanatkan bahwa penanggulangan tuberkulosis harus didukung seluruh jajaran lintas sektor bersama seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan eliminasi tuberkulosis 2030, yang dilaksanakan sejalan dengan rencana strategis nasional tuberkulosis 2020-2024.

Pada seminar itu hadir juga pembicara Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Yarsi,

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), DTM&H., MARS., DTCE., FISR. Perwakilan WHO Indonesia,dr. Setiawan Jati Laksono dan Lembaga swadaya masyarakat peduli TB Paran Sarimita Winarni, S.I.Kom

Selain dosen dan mahasiswa  Universitas Yarsi, masyarakat peminat masalah TB juga sebagai peserta hadir tatap muka siswa sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan dan madrasah aliyah negeri di DKI Jakarta sebanyak 97 siswa didampingi para guru (Usman)