Pertama, karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau (“odorless”), tidak berasa (“tasteless”) dan tidak berwarna (“colourless”).
Ke dua, Afinitas gas CO adalah lebih 200 kali lebih kuat daripada O2 untuk berkawan dengan Hemoglobin. Artinya, kalau seseorang menghirup gas CO maka ikatan HB O2 (yang membawa oksigen ke seluruh tubuh) akan digantikan dengan HB CO, jadi berbagai organ tubuh mendadak tidak akan mendapat oksigen dan jadi rusak, yang mungkin dapat menimbulkan kematian.
Ke tiga, setiap tahunnya ada sekitar 28 ribu kematian di dunia akibat keracunan gas CO, dan di Amerika Serikat ada lebih dari 400 kematian setahunnya. Kita belum punya data total kematian akibat gas CO di negara kita.
Ke empat, Laman CDC Amerika Serikat bahkan mengatakan bahwa pada keadaan tertentu orang dapat saja meninggal akibat keracunan CO bahkan sebelum gejala timbul (“can diet from CO poisoning before they have symptoms”.
Ke lima, tentu saja tidak semua keracunan CO menimbulkan kematian, tergantung dari berapa besar dosis yang terhirup dan juga apakah segera bisa menghindar dari daerah yang ada paparan gas CO nya. Gejala yang ada dapat berupa sakit kepala, pusing, lemas, perut tidak enak (“upset stomach”), muntah, nyeri dada dll.
Tentang berbagai berita media ttb kematian pasutri di Solok, maka tentu harus dipastikan dulu apakah memang karena keracunan gas karbon monoksida atau karena sebab lain, untuk ini perlu analisa mendalam.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI / Adjunct Professor Griffith University
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018-2020