Cara Jitu Promosi: Murah Namun Efektif

Kenapa sebuah produk atau jasa laku? Tentu karena sejumlah faktor. Para pakar marketing lalu mengenalkan apa yang disebut marketing mix, alias bauran marketing. Secara sederhana  bisa ditafsirkan bahwa marketing mix adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab berhasil tidaknya proses marketing. Artinya, kalau marketing mix dikelola dengan baik, tentu akan berpengaruh besar akan laku tidaknya produk atau jasa yang dijual.

Lalu apa saja marketing mix itu?

Dulu, marketing mix dikenal dengan 4P, yakni Product, Price, Place dan Promotion. Dalam marketing, kombinasi ke 4 faktor tersebut akan menghasilkan marketing yang efektif. Walaupun, ada pula produk dan jasa yang hanya menekankan pada satu atau dua aspek saja. Entah itu produk (melalui keunikan atau kualitasnya), price (dengan harga yang kompetitif atau murah), place (dengan cara mudah didapatkan, atau strategis lokasinya) atau dengan promosi (dengan berbagai sarana dan tingkat kegencarannya).

Khusus aspek promosi ini sering dianggap mahal oleh banyak pihak, sehingga ada yang tidak melakukannya atau melakukannya dengan cara yang belum efisien dan efektif.

Belakangan, konsep marketing sudah berkembang menjadi setidaknya 7P, dengan tambahan: process, people and physical environment. Kira-kira gambaran singkatnya seperti terlihat dalam skema di bawah ini.

Tulisan singkat ini sama sekali tidak bermaksud membahas secara teoritis konsep-konsep di atas. Tetapi ingin sekadar menggambarkan bahwa dalam hal promosi, diperlukan kreatifitas tinggi, sehingga selain bisa efisien juga efektif.

Contoh dari sebuah desa
Belum lama ini, Penulis menemukan sebuah info singkat tentang sebuah desa di Klaten (jawa Tengah) yang saat ini diklaim sebagai alah satu desa terkaya se Indonesia. Kok bisa…???

Konon awalnya desa tersebut hanya berpendapat hanya puluhan juta per tahun, namun kini melonjak drastis menjadi Rp3,9 milyar per tahun. Desa ini memang menjual potensi wisata yang ada di daerah tersebut. Tetapi, apalah arti wisata kalau tidak didukung oleh promosi yang hebat dan terus menerus. Lalu apa yang mereka lakukan…???

Desa ini memang dipimpin seorang anak muda, yang rajin berkomunikasi dan konsultasi dengan akademisi. Untuk produk – seperti disebutkan di atas – mereka mencoba menjual jasa pariwisata. Namun, untuk aspek promosi, konon setiap penduduk dibekali dengan telpon genggam atau handphone (hp). Itulah senjata mereka dalam promosi.

Warga yang diberi hp tersebut diminta untuk melakukan promosi setiap hari, atau sesering mungkin melalui berbagai media sosial yang ada seperti Face Book, Instagram, Tiktok, dan seterusnya. Lalu apa yang terjadi?

Bayangkan dengan pola promosi masif dan berkelanjutan oleh segenap warga seperti itu, maka desa tersebut menjadi sangat populer. Secara perlahan namun pasti – bahkan dalam waktu yang tidak terlalu lama – jasa yang mereka tawarkan laris manis. Wisatawan terus berdatangan dari berbagai penjuru angin. Sehingga – akhirnya – kehidupan ekonomi menjadi marak, dana masuk dan warga menjadi sejahtera. Tidak bisa disangkal, terjadi apa yang disebut multiplier effects.

Nah, pelajaran apa yang dapat diambil Yarsi dari desa Ponggok tersebut?

Bukankah Yarsi juga punya pasukan, yakni: mahasiswa, karyawan (tendik) dan tentu saja para dosen. Penulis tidak punya data persis, tetapi rasanya tidak kurang dari 2.500 – 3.000 orang.  Mereka semua – dapat dipastikan – sudah punya hp. Hanya selama ini – mungkin – tidak ada yang secara serius melakukan promosi dan berkesinambungan lewat berbagai medsos yang ada.

Pertanyaannya: mengapa potensi besar ini tidak kita gunakan. Penulis yakin promosi dengan gaya desa Ponggok ini akan banyak pengaruh dalam menambah jumlah mahasiswa Yarsi yang untuk beberapa tahun belakangan ini dikeluhkan menurun terus.

Nah, silakan pertimbangkan.

Wallahu a’lam bisshowab.

Muhammad Akhyar Adnan
muhammad.akhyar@yarsi.ac.id
Dosen FEB Universitas Yarsi