24 Maret hari ini adalah hari TB sedunia. Tanggal ini dipilih karena 24 Maret 1882 seorang ilmuwan Jerman bernama Robert Koch mempresentasikan hasil penelitiannya yaitu kuman tuberkulosis, yang namanya Mycobacterium tuberculosis. Kini, 142 tahun sesudah kumannya ditemukan maka tuberkulosis masih jadi masalah kesehatan dunia, dan negara kita Indonesia adalah penyumbang kasus tuberkulosis paling banyak ke dua di dunia. Berdasarkan WHO Global TB Report 2023 maka tuberkulosis (TB) menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia setelah COVID-19 pada tahun 2022. Lebih dari 10 juta orang di dunia terjangkit penyakit TB setiap tahunnya. Tiga puluh negara dengan beban TB tinggi (“high burden countries”) menyumbang 87% kasus TB dunia, dan dua pertiga dari total global terjadi di delapan negara yaitu India (27%), Indonesia (10%), Cina (7.1%), Filipina ( 7,0%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,5%), Bangladesh (3,6%) dan Republik Demokratik Kongo (3,0%).
Jadi berdasarkan Global TB Report tahun 2023 ini Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah beban kasus TB terbanyak di dunia setelah India dan diikuti oleh Cina. Jumlah kasus TB di negara kita diperkirakan sebanyak 1.060.000 kasus dan terdapat 134.000 kematian akibat TB per tahunnya, atau 17 orang yang meninggal akibat TB setiap jamnya. Artinya, TB masalah kesehatan amat penting bangsa kita, dan perlu upaya utama untuk penanggulangannya.
Untuk peringatan Hari TB Sedunia 2024 baik kita bicarakan tentang vaksin TB. Dunia kini sedang terus berupaya membuat vaksin TB baru, karena vaksin BCG yang sekarang ada hanyalah dapat menghindari TB berat pada anak, padahal dari pengalaman COVID-19 kita tahu bagaimana pentingnya peran vaksin untuk menangani penyakit menular.
Setidaknya ada tiga jenis mekanisme pembuatan vaksin TB, yaitu 1) vaksin dengan sel utuh (“whole cell vaccines”), 2)vaksin dengan protein ajuvan dan 3) vaksin vektor subunit rekombinan. Selain itu, kandidat vaksin baru ini juga diharapkan punya 3 fungsi, yaitu 1) dapat menjadi pengganti vaksin BCG yang ada sekarang ini (“BCG replacement”), lalu 2) sebagai penguat BCG (“BCG boosters”) dan juga 3) pendekatan sebagai vaksin pengobatan untuk TB (“therapeutic vaccine for TB”) yang berfungsi sebagai pengendalian melalui sistem imun (“immune-mediated control”). Dengan adanya perkembangan terakhir ini maka vaksinasi sebagai penanganan imunologi diharapkan mungkin dapat memperpendek lama pengobatan, menyederhanakan regimen atau setidaknya memperbaiki hasil pengobatan.
Semoga TB dapat dikendalikan di dunia dan di negara kita, antara lain dengan temuan vaksin yang baru. Tentu selain vaksinasi maka semua kasus TB yang ada di negara kita harus ditemukan dan diobati sampai sembuh. Selain itu, mereka yang sudah kemasukan kuman TB tetapi belum sakit (disebut sebagai TB Laten) mendapat terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) yang kini cakupannya baru di bawah 10%.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI