Universitas YARSI Menjadi Sentra Vaksinasi Covid-19

Menukil dari m.suarakarya.id. Sebagai salah satu Sentra Vaksinasi dari 11 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud RI), dalam hal ini Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah III, Universitas YARSI menyatakan akan melakukan penugasan dan kepercayaan pemerintah ini secara optimal untuk melakukan pelayanan terbaik bagi para koleganya dari PTS di wilayah kerja di Provinsi DKI Jakarta ini.

Prof. dr. Rika Yuliwulandari, M.Hlt.Sc.,Ph.D, selaku Ketua Sentra Vaksinasi Universitas YARSI menyatakan bahwa dirinya merasa bangga Tim Fakultas Kedokteran (FK) Universitas YARSI dapat berperan sentral dalam menyukseskan program vaksinasi ini yang bertempat di RS YARSI.

“Ada 11 sentra vaksin di wilayah Dikti III. Tidak semua FK perguruan tinggi dipercayai menjadi sentra vaksin. Karena itu, menjadi kebanggaan bahwa kami dipercayai menjadi sentra vaksin untuk 48 institusi PTS dengan target 3.956 peserta penerima vaksin selama 8 hari mulai Jumat minggu lalu untuk tahap 1 dan 8 hari lainnya untuk tahap 2 dengan jeda 28 hari,” kata Prof Rika Yuliwulandari di Jakarta, Selasa (13/4/2021).

Prof Rika yang juga Dekan FK Universitas YARSI ini mengatakan bahwa institusinya siap mendukung program vaksinasi nasional dalam memberikan pelayanan vaksinasi terbaik kepada para dosen PTS di Jakarta tersebut.

“Kami berusaha memberikan pelayanan terbaik. Saat menerima penugasan dari Dikti, kami langsung melakukan koordinasi dengan tim FK Universitas YARSI dan tim Rumah Sakit YARSI (dr. Andi Erlina, MARS selaku Wadir dan menjadi bagian skuad ini) terkait petugas dan operasional pelaksanaannya, walaupun waktu di awal belum diinfo terkait kepastian jumlah yang hadir,” ujarnya.

Sementara itu Wakil Rektor I (Warek) Universitas YARSI, dr. Miranti Pusparini, M.Pd.Ked sekaligus pengarah sentra vaksinasi Universitas YARSI menyebutkan bahwa vaksinasi untuk guru dan dosen di lingkungan Kemendikbud ini memang sudah dijadwalkan secara bertahap dengan berkoordinasi dengan Kemenkes. Untuk vaksinasi di lingkungan dosen sudah dijadwalkan dan ditargetkan harus selesai Juni 2021.

Dia menyebutkan bahwa pihak Universitas YARSI sebagai sentra vaksinasi hanya menerima data dari LLDIKTI Wilayah III.

“Yang menentukan pesertanya adalah LLDIKTI Wilayah III, kami tinggal menerima saja untuk mereka segera divaksin. Kami hanya perlu melakukan konfirmasi terkait penerima vaksinnya dan melakukan observasi sebelum vaksinasi dilakukan,” ucapnya.

Dokter Miranti menegaskan vaksinasi ke para dosen tidak terlambat.

“Masih dalam jadwal. Dosen dari perguruan tinggi memang dijadwalkan kebagian jadwal terakhir. Dimulai dari kementerian dulu, baru masuk ke guru-guru, mulai dari PAUD, guru SD dan selanjutnya hingga dosen sebagai unit berikutnya,” tandas Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ini.

Dokter Dini Widianti, MKK yang bertanggung jawab sebagai Korlap Pelaksana Vaksinasi di Universitas YARSI mengatakan ada 12 dokter, 8 administrasi dan 6 perawat yang bertugas dalam pelaksanaan vaksinasi ini per harinya yang dibagi menjadi 4 meja.

“Setiap yang datang akan mulai di meja 0. Kita akan periksa administrasinya. Kalau memang sebagai pengganti dari orang yang ada di list, maka harus ada surat pengantar dari institusi pendidikan terkait,” ujarnya.

Paska vaksinasi, setiap penerima vaksin harus menunggu 30 menit di meja 4, untuk memastikan tidak ada KIPI yang terdeteksi.

“Jika terlihat para penerima vaksin agak banyak di area meja 4, itu bukan karena menumpuk di meja tersebut tapi karena mereka memang harus menunggu di sana selama 30 menit sesuai dengan SOP vaksinasi untuk obsevasi. Ditambah, karena selama WFH tidak ketemu, ajang vaksinasi seperti menjadi ajang temu kangen para dosen. Kita selalu mengingatkan bahwa tidak boleh berkumpul dan selalu menjaga jarak setelah masa 30 menit tersebut,” ujar dr. Dini.

Dokter Dini menjelaskan setelah 28 hari, para penerima vaksin pertama akan masuk masa vaksinasi ke dua. Dan akan diberlakukan SOP yang sama dengan masa vaksinasi pertama ini.

“Sedangkan masa puasa ini, kami sudah menginformasikan bahwa tindakan vaksinasi ini tidak membatalkan puasa. Dan setiap penerima vaksin, harus sahur yang cukup. Menjaga agar tidak lemas atau menurun kondisinya saat pemeriksaan di lokasi vaksin. Kami juga mengupayakan, selama Ramadhan ini harus diselesaikan sebelum jam 12. Jadi pendaftaran terakhir itu pukul 11.00 WIB. Kan setiap orang itu butuh sekitar 1 jam, mulai dari proses observasi hingga 30 menit menunggu paska vaksinasi,” jelasnya.

Dokter Miranti kembali menjelaskan untuk per harinya, vaksinasi dibatasi maksimal 500 orang. Namun setiap harinya, yang konfirmasi hadir itu sekitar setengah dari batas maksimal.

“Setiap hari, panitia akan melakukan pelaporan pada pihak puskesmas, untuk melaporkan data berbasis NIK. Untuk menghindari terjadi penyuntikan dua kali. Para PIC dari masing-masing PTS pun hadir setiap harinya. Untuk memantau pelaksanaan vaksinasi setiap harinya sesuai list pendaftar,” ujarnya.

Terkait potensi terjadinya KIPI, dr. Dini menyatakan para peserta tidak perlu khawatir, karena sudah dipersiapkan prosedur perawatannya di ICU RS YARSI.

“Selama beberapa hari pelaksanaan, tidak ditemukan kasus KIPI. Hanya ada satu kasus dimana satu orang penerima vaksin di hari pertama mengalami keringat dingin paska vaksinasi, yang setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, ternyata yang bersangkutan mengalami ketakutan pada jarum suntik. Dan setelah satu jam, kondisinya sudah kembali baik,” tuturnya.

Untuk target peserta ini, menurut dr. Miranti bisa saja jumlah penerima vaksin tidak tercapai. Tapi, bukan karena pihak YARSI tidak bisa melakukannya.

“Ada karena penerima vaksin sudah mendapatkan vaksinasi di tempat lain atau penerima vaksin setelah dilakukan pemeriksaan ternyata tidak bisa atau harus menunda vaksinasi,” ungkapnya.

Untuk mengupayakan target vaksinasi ini bisa dicapai secara maksimal maka dibentuk WAG dengan PIC di setiap institusi, untuk melakukan re-konfirmasi pada setiap peserta.

“Jadi bisa didouble check dari setiap peserta yang konfirmasi melalui aplikasi dengan yang melakukan konfirmasi di lokasi. Kita bisa melakukan konfirmasi ke PIC jika kuota dari institusi terkait tidak sesuai dengan jumlah kuota yang disampaikan LLDIKTI Wilayah III kepada kami,” ujar dr Miranti.

Respon Positif Dosen

Pelaksanaan vaksinasi pada level pengajar universitas atau perguruan tinggi setara, disambut positif oleh para dosen. Karena, langkah ini dianggap akan lebih memantapkan kebijakan kuliah secara hybrid atau kuliah tatap muka pada beberapa mata kuliah yang tidak bisa dilakukan secara online.

Dosen Ilmu Komputer Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangsel, Adi (48) menyatakan vaksinasi ini merupakan langkah tepat dalam membantu penanggulangan penyebaran virus korona ini.

“Kalau semakin banyak yang sudah divaksinasi artinya akan semakin susah penularan terjadi. Dampaknya untuk dosen, kami menjadi lebih confidence untuk bertemu dengan mahasiswa atau dalam wacana kuliah tatap muka,” kata Adi saat ditemui paska vaksinasi di Universitas YARSI.

Adi mengatakan langkah pemerintah dalam pengadaan vaksin ini sangat bagus dan cepat. Terutama dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia.

“Kalau dinyatakan distribusinya agak lambat, ya bisa dimaklumi. Karena jumlah penduduk masyarakat Indonesia memang lebih banyak. Jangan dibandingkan dengan negara yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit dari Indonesia,” ucapnya.

Ia menyatakan vaksinasi ini akan membantu wacana kuliah tatap muka di UMN dan PTN/PTS yang direncanakan mulai pada semester depan.

“Walaupun belum full. Kalau digital itu memang bisa menyampaikan materi kuliah tapi interaksinya tidak seperti kalau tatap muka. Tidak terbangun interaksinya. Terkadang kita harus panggil mahasiswa dulu untuk menghidupkan video, baru mereka buka videonya. Kita tidak bisa pantau apakah mereka memerhatikan atau tidak,”ungkapnya.

Pantauan kinerja mahasiswa, lanjutnya, juga tidak bisa dilakukan secara optimal, karena saat ujian juga tidak bisa kita pantau.

“Tapi kalau ditanyakan nilai, ya nilainya memang bagus. Kalau menurut saya, ada kuliah yang memang berhasil dengan kuliah jarak jauh tapi ada yang kurang optimal,” tuturnya.

Terkait pelaksanaan vaksinasi di Sentra Vaksinasi Universitas YARSI, Adi menyatakan sangat baik. “Karena sebelum pelaksanaan sudah ditanyakan tentang kondisi tubuh. Dan ada pemantauan paska vaksinasi. Saya tidak merasakan ada gejala-gejala yang berbeda setelah disuntik. Cuma agak mengantuk saja, karena saya sudah bangun dari jam 3 dini hari tadi,” ujarnya.

Senada dengan koleganya di PTS lainnya, Dosen STIM Saint Mary Jakarta, Mercy Tobing (56) menyatakan bahwa yang dilakukan Dikti sangat baik dalam membantu upaya pelaksanaan kuliah tatap muka.

“Kenapa tatap muka? Karena dari evaluasi pada mahasiswa sendiri, mereka menyatakan kurang optimal dalam menerima materi, terutama yang semester akhir. Para dosen juga menyatakan hal yang sama. Kalau vaksinasi bisa dilakukan pada mahasiswa, ya akan lebih baik lagi. Sehingga upaya mencapai kekebalan lebih cepat,” kata Mercy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *