Prabowo Izinkan RS Asing Buka Cabang di Indonesia, Nasib Rumah Sakit Nasional Terancam?

JAKARTA, iNews.id – Presiden Prabowo Subianto mengizinkan rumah sakit asing membuka cabang di Indonesia. Apakah hal ini akan mengancam rumah sakit nasional?

Menurut Praktisi Kesehatan sekaligus Penanggungjawab Mutu untuk Program Magister Administrasi Rumah Sakit di Sekolah Pascasarjana YARSI dr Dicky Budiman, diberikannya izin rumah sakit asing untuk membuka cabang di Indonesia membawa dampak positi sekaligus negatif.

“Risiko dampak negatif bisa terjadi jika kebijakan tidak dikelola dengan baik,” kata dr Dicky Budiman saat dihubungi iNews.id, Senin (14/7/2025).

Lantas, apa dampak positif dan negatif dari diberikannya izin bagi rumah sakit asing untuk membuka cabang di Indonesia?

Dampak Positif Adanya RS Asing di Indonesia

Jika melihat dari sisi peluang, adanya kebijakan ini meningkatkan akses layanan kesehatan yang berkualitas untuk masyarakat.

Ya, dengan masuknya rumah sakit asing ke Indonesia yang mana mereka seharusnya membawa standar mutu tinggi pada teknologi canggih dan sumber daya manusia berkelas dunia, ini akan mengurangi arus wisata medis ke luar negeri, seperti ke Singapura dan Malaysia.

Manfaat berikutnya hadirnya RS asing di Indonesia adalah dapat mentransfer pengetahuan dan teknologi.

“Jadi, adanya kolaborasi dengan RS asing ini akan menbuka peluang untuk transfer teknologi, manajemen rumah sakit, dan peningkatan kompetisi tenaga kesehatan nasional terutama lewat skema pelatihan atau felowship internasional,” ungkap dr Dicky.

Kemudian, menumbuhkan persaingan sehat. Artinya, hadirnya RS asing akan memacu RS nasional untuk berinovasi, meningkatkan efisiensi, termausk manajemennya dan berorientasi ke pasien.

Terakhir peluang ini menjadi investasi dan penciptaan lapangan kerja.

“Di indonesia lagi susah ekonominya dan banyak orang mencari kerjaan, jadi menarik investasi asing langsung di sektor strategis seperti kesehatan bisa menciptakan lapangan kerja baru termausk di bidang teknologi medis, farmasi, pelayanan pasien, dan sektor penunjang lainnya,” ungkap dr Dicky.

Dampak Negatif RS Asing Masuk Indonesia

Seperti dijelaskan sebelumnya, dampak negatif bisa terjadi jika kebijakan tidak dikelola dengan baik. Dokter Dicky menjelaskan salah satu dampak negatifnya adalah risiko liberalisasi kesehatan yang tidak terkontrol.

“Kalau tidak ada pengaturan yang ketat, ini akan menjadikan kesehatan sebagai komoditas bisnis murni dan ini yang akan menurunkan prinsip keadilan dan pemerataan layanan kesehatan,” ungkap dr Dicky.

“Bahkan juga terjadi kesenjangan pada RS elit asing yang mahal dan RS lokal, terutama di daerah terpencil,” tambahnya.

Risiko dampak negatif lainnya adalah dominasi pasar oleh modal asing. Ini memungkinkan RS asing bisa saja hanya membuka cabang di daerah perkotaan dan mengincar segmentasi kalangan atas. “Ini berbahaya dan merugikan, karena tidak menyentuh akar persoalan pelayanan publik,” ujar dr Dicky.

“Hal ini juga bisa dikhawatirkan menggeser peran RS swasta nasional kecil atau menengah yang tidak bisa bersaing dari sisi modal dan teknologi,” tambahnya.

Dampak negatif lain adalah ketimpangan SDM kesehatan. Risiko terjadinya migrasi tenaga medis dari yang nasional ke asing ini  berpotensi melemahkan RS lokal dan RS pemerintah. Ini bisa terjadi, kata dr Dicky, kalau RS asing membawa semua SDM mereka, maka dampaknya mengurangi peluang nakes Indonesia.

Lalu, risiko lainnya adalah tantangan regulasi dan pengawasan. Maksudnya, harus ada sistem perizinan, akreditasi, pengawasan mutu, dan etik. Jika tidak diperkuat hal-hal tersebut terlebih dulu, RS asing ini akan tunduk pada aturannya masing-masing.

“Ini bahaya, maka, pemerintah Indonesia harus perkuat dulu peraturan nasionalnya, termasuk wajb akreditasi,” kata dr Dicky.

Dan risiko negatif bisa terjadi jika tidak ada aturan yang mengatur. Jadi, harus diatur dalam Perpres, PP, atau revisi UU sehingga tidak melanggar prinsip kedaulatan kesehatan nasional.

“Ada UU Nomor 17 Tahun 2023 dan tentang penanaman modal UU 25 Tahun 2007 juga harus ada batasan kepemilikan, harus ada sharing, ketentuan lokasi operasional, kewajiban transfer teknologi, dan penguatan komitmen sistem kesehata nasional,” ujar dr Dicky.

 

Dia menambahkan, “Jadi, gak bisa dia (RS asing) gak tunduk dalam skema sistem pembangunan kesehatan nasional, termasuk pemerintah harus meyiapkan kerangka regulasi dan standarisasi termasuk mekanisme pengaduan masyarakat, audit mutu layanan, dan integrasi dengan sistem JKN.”

 

Editor: Muhammad Sukardi