Hasil laboratorium keracunan makanan MBG

Sehubungan dengan keracunan makanan di Jawa barat -termasuk di Kab Bandung Barat- maka media massa memberitakan hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Daerah setempat, yang diberitakan menemukan  bakteri yang mayoritasnya bakteri Salmonella dan Bacillus cereus pada sampel makanan yang diperiksanya. Untuk data ini, menurut laman WHO maka  kontaminasi bakteri Salmonela dihubungkan dengan makanan tinggi protein seperti daging, unggas dan telur. Sementara itu, data dari “NSW Food Authority” Australia menyebutkan bahwa  Bacillus cereus yang dapat menyebabkan keracunan makanan dihubungkan antara lain dengan penyimpanan nasi yang tidak tepat.
Keracunan makanan tentu terjadi di berbagai belahan dunia, dan tidak hanya dihubungkan dengan program Makan Bergizi Gratis. Secara umum World Health Organization (WHO) menyebutkan setidaknya ada lima hal yang dapat dideteksi di laboratorium untuk menilai keracunan makanan, dan baik kalau lima hal ini juga diperiksa di laboratorium kita sehubungan keracunan makanan yang dikaitkan dengan MBG ini.
Pertama adalah bakteri, dan WHO menyebutkan bahwa tiga yang paling sering ditemukaqn pada keracunanan makanan secara umum adalah Salmonela, Campylobacter dan Escherichia coli. Selain itu juga dapat ditemukan Listeria dan mungkin juga  Vibrio cholerae. Ke dua adalah virus, dan yang disebutkan WHO setidaknya adalah Novovirus dan virus Hepatitis A . Ke tiga adalah parasit, seperti cacing trematoda, dan dapat juga cacing pita seperti  Ekinokokus dan Taenia. Yang lebih jarang adalah cacing  seperti Askaris, Kriptosporidium, Entamoeba histolytica dan Giardia yang masuk ke rantai penyediaan makanan melalui air dan tanah yang tercemar.
Ke empat, yang lebih jarang, adalah yang disebut sebagai  prion. Ini adalah bahan infeksi yang terdiri dari protein, contohnya adalah “Bovine spongiform encephalopathy (BSE)” dan ke lima adalah kemungkinan kontaminasi bahan kimia pada makan. Untuk bahan kimia maka WHO membaginya menjadi tiga bagian. Ke satu, logam berat seperti timbal, kadmium dan merkuri. Ke dua adalah polutan organik persisten (“Persistent organic pollutants – POPs”) seperti misalnya  dioksin dan “polychlorinated biphenyls -PCBs”). Ke tiga adalah berbagai bentuk toksin lain adalah  mycotoxins, marine biotoxins, cyanogenic glycosides, aflatoxin dan ochratoxin.
Berbagai potensi yang di sebut WHO ini tentu patut jadi pertimbangan kita, walau tentu sama sekali tidak berarti bahwa keracunan makanan yang berhubungan dengan MBG sekarang ini adalah disebabkan lima hal di atas. Penjelasan umum WHO di atas disampaikan hanya sebagai bagian dari kewaspadaan kita saja.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI / Adjunct Professor Griffith University
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara
Penerima Rakyat Merdeka Award 2022, Rekor MURI 2024,  Paramakarya Paramahusada PERSI 2024 dan  Penerima Penghargaan Achmad Bakrie XXI bidang Kesehatan