Untung Rugi Masuknya Perguruan Tinggi Asing ke Indonesia

Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI) menggelar seminar nasional dengan tema ‘Tantangan Masuknya Perguruan Tinggi Asing’ sekaligus Halal bi Halal sesama anggota setelah merayakan Idul Fitri tahun 1440 Hijriyah di Auditorium Apartemen Ancol Mansion (Sabtu, 28/07/2019).

Seminar Nasional yang dihadiri oleh penyelenggara perguruan tinggi swasta (PTS) seluruh Indonesia itu menghadirkan 5 (lima) pembicara yakni Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng.SC (Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi /Kemenristek Dikti) digantikan oleh Prof. Dr. Paulina Pannen, M.Ls. (Staf Ahli Bidang Akademik, Kemenristek Dikti), Dr. Ir. Ilah Sailah, MS. (Kepala LLDIKTI Wilayah III), Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D. (Rektor Universitas YARSI), Dr. Anggito Abimanyu (Ketua BPKH), dan KH. Fahmi Salim, Lc., MA. (Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah).

Prof. dr. Jurnalis Uddin, PAK. Selaku Ketua Umum APPERTI dalam sambutannya mempertanyakan, dengan masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia itu, apakah menguntungkan atau malah sebaliknya. Kompetitor perguruan tinggi Indonesia akan semakin banyak. Oleh sebab itu, beliau mengingatkan untuk segera berbenah diri guna menghadapi tantangan itu, terutama berupaya meningkatkan akreditasinya.

untung2
Prof. dr. Jurnalis Uddin, PAK. (Ketua Umum APPERTI) bersama Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D. (Rektor Universitas YARSI) di antara peserta Halal bi Halal dan Seminar Nasional APPERTI.

“Pada kesempatan ini, saya himbau pada anggota APPERTI yang hadir untuk menjadikan bahan diskusi dan perlu kita pikirkan bersama aspek-aspek apa saja yang bisa dikontribusikan kepada pemerintah dalam merumuskan kebijakan-kebijakan terkait masalah ini,” kata Prof. Jurnalis.

“Segala upaya yang kita lakukan ini bertujuan demi masa depan bangsa yang lebih baik,” pungkas Prof. Jurnalis mengakhiri sambutannya.

Perlu diketahui, bahwa APPERTI dideklarasikan pendiriannya tanggal 16 September 2017 di Jakarta oleh lebih dari 4.400 Yayasan yang selama ini menjadi pemilik dan pengelola Perguruan Tinggi di Indonesia. Aliansi ini bertujuan menjadi wadah aspirasi bagi pengelola perguruan tinggi dalam menghadapi masalah baik internal maupun dengan pemerintah.

Dr. Ir. Ilah Sailah, MS., Kepala LLDIKTI Wilayah III dalam pemaparannya mengatakan bahwa ada satu ketentuan bahwa perguruan tinggi luar negeri itu hanya bisa beroperasi di wilayah ekonomi khusus saja. Regulasi dan ketentuan yang terkait hal itu sedang dirumuskan oleh pemerintah.

“Ada salah satu universitas di Tiongkok sana, sudah membeli lahan di Indonesia, karena belum ada izin, maka tidak bisa dibangun sampai sekarang,” ujar Dr. Ilah mencontohkan.

untung3
Prof. dr. Jurnalis Uddin, PAK. (Ketua Umum APPERTI) Menyerahkan Plakat kepada narasumber Dr. Ir. Ilah Sailah, MS. (Kepala LLDIKTI Wilayah III).

Dr. Ilah juga meragukan bila asing masuk akan membuka lapangan kerja untuk tenaga kerja Indonesia (TKI). Buktinya, perusahaan nikel yang ada di Kendari sana, di kontraknya membolehkan 70% pekerjanya dari tenaga kerja asing (TKA). Dimana posisi mereka tidak hanya berada pada level yang tinggi saja, namun di tingkat diploma 1 pun diisi oleh TKA. Hal itu disebabkan karena TKI tidak memiliki sertifikat kompetensi di penggalian pertambangan nikel yang menjadi syarat perusahaan, sehingga mereka (TKA) berbondong-bondong ke Indonesia.

Sebenarnya, menurut Dr. Ilah, persoalan ini dikembalikan lagi kepada APPERTI apakah ada Grand Strategy Pengembangan SDM Indonesia yang mempunyai kualifikasi dan jumlah tertentu sehingga apapun yang dihasilkan oleh perguruan tinggi Indonesia, link and mach-nya sempurna.

Sekarang, jumlah pengangguran di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Per Februari 2019 tercatat pengangguran yang menyandang gelar sarjana (S-1) meningkat sekitar 21%, dari 5 (lima) juta menjadi 6,5 juta. Karena perguruan tinggi di Indonesia terlalu fokus pada program pendidikan S-1.

“Sebagai antisipasi, pemerintah sudah menggelar ‘karpet merah’ kepada perguruan tinggi kita untuk membuka program diploma, terutama D-4 atau yang disebut juga dengan Sarjana Terapan,” tambah Dr. Ilah.

untung4
Prof. Dr. Paulina Pannen, M.Ls, Staf Ahli Bidang Akademik, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti)

Prof. Dr. Paulina Pannen, M.Ls. dalam paparannya menyampaikan bahwa Kemenristek Dikti telah mengambil suatu policy yang tidak pernah ada pada pemerintahan sebelumnya. Ada 4 (empat) yang menjadi kebijakan utama yaitu mengenai Kurikulum, Pembelajaran Daring, Pendidikan Sepanjang Hayat, dan yang paling penting adalah Internasionalisasi & Konektifitas.

Konektifitas yang dimaksudkan dalam kebijakan itu adalah semua perguruan tinggi dan prodi-prodi yang ada di dalamnya, dihimbau untuk punya partner dalam dan luar negeri. Sedangkan untuk internasionalisasi, semua perguruan tinggi Indonesia supaya meningkatkan reputasi menuju world class university (WCU). Perlu memacu diri untuk masuk dalam jajaran 500 universitas terbaik dunia. Salah satu indikatornya dengan meningkatkan akreditasi institusi menjadi terakreditasi unggul (A).

Berkaitan dengan urusan perguruan tinggi asing, Prof. Paulina mengingatkan agar perguruan tinggi yang ada, baik negeri maupun swasta atau keagamaan agar mencapai Future Ready Education Indonesia. Sebuah jargon kesiapan Indonesia memasuki pendidikan masa depan, seperti halnya siap memasuki Era Revolusi Industri 4.0.

Ada aturan-aturan perguruan tinggi asing di Indonesia. Ada tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Penanaman Modal, Pendidikan Tinggi, Standard Nasional, Pendirian Perubahan, dan Perguruan Tinggi Luar Negeri.

Status perguruan tinggi luar negeri sebagai bidang investasi juga sudah masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi No.16 tahun 2018 di mana dikatakan bahwa perguruan tinggi luar negeri itu boleh diinvestasikan sebagai Penanaman Modal Asing (PMA), maksimal 100% di khawasan KEK atau maksimal PMA 67% di luar KEK.

“Jadi kalau berada di KEK boleh ownershipnya 100% dari asing (luar negeri) dan di luar KEK, misalnya gabung dengan YARSI, kepemilikannya hanya boleh sampai 67%,” jelas Prof. Paulina.

Prof Paulina menawarkan, kalau ada dari anggota APPERTI yang punya rekanan perguruan tinggi di luar negeri dan berminat mendirikan di Indonesia, tatacaranya sudah diatur dalam Permenristek Dikti No.53/Tahun 2018. Di sana sudah dijelaskan tentang prosedur pendirian, Tri Dharma, dan lain sebagainya yang dapat dijadikan panduan membuat proposal.

Sebagai catatan, perguruan tinggi luar negeri masuk ke Indonesia bukan untuk APK (Angka Partisipasi Kasar) Perguruan Tinggi, tetapi lebih kepada satu benchmark yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu PT asing yang boleh berdiri di Indonesia hanya yang termasuk dalam 200 besar US Ranking dan by invitation only.

“Silahkan saja mreka bikin proposal sebanyak-bayaknya, kalau tidak lolos, tidak akan di-invite, bagi yang lolos akan di-invite dan harus masuk 200 besar dunia,” tegas Prof. Paulina.

Hadirnya PTA ke Indonesia bisa mencegah atau mengurangi Capital Flow ke luar negeri. Karena menurut Prof. Paulina terdapat ratusan ribu mahasiswa Indonesia yang cenderung kuliah di luar negeri itu, bukan mahasiswa yang dibiayai oleh beasiswa-beasiswa baik dari pemerintah maupun swasta. Akan tapi mereka adalah anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi middle class up yang mampu membayar biaya pendidikan dan biaya hidup serta kebutuhan lainnya selama di sana.

Prof. Paulina mencontohkan di Australia saja rata-rata biaya kuliah pertahun A$44 ribu (AUD/Australian Dollar). Andaikan mereka menempuh selama 3 (tiga) tahun sudah A$132 ribu belum termasuk dengan biaya hidup, buku, fotokopi, dan lain sebagainya yang sekitar sekian ribu dollar lagi.

“Coba bayangkan, sudah berapa kita kehilangan uang (capital flow) jika terdapat sekitar 81 ribu mahasiswa kita di Australia saat ini,” ujar Prof. Paulina.

Seandainya mereka ingin tetap kuliah di perguruan tinggi ternama luar negeri, menurut Prof. Paulina tidak usah pergi jauh-jauh, tapi di Indonesia saja. Biaya-biaya yang seharusnya mengalir ke luar negeri itu bisa ditahan, meskipun bukan biaya pendidikan, minimal untuk biaya hidup, buku, dan lain sebagainya tetap berada di Indonesia.

“Maka dari itu, mudah-mudahan dengan hadirnya perguruan tinggi asing di Indonesia bisa memberikan keuntungan capital flow kita akan berkurang,” pungkas Prof. Paulina.

Prof. Paulina juga berharap perguruan tinggi asing ke Indonesia itu harus tetap the best dan membawa akreditasi dari negaranya ke Indonesia. Begitupun dengan lulusannya nanti akan memperoleh sertifikasi atau ijazah internasional, walaupun kuliahnya di dalam negeri. Apalagi kalau mereka punya partner industri yang bisa memberikan sertifikat kompetensi sesuai dengan SKKE (Satuan Kredit Kegiatan Ekstrakurikuler) kita.

Selain itu, manfaat terhadap penelitian, publikasi, dan inovasi bagi dosen-dosen kita di dalam negeri bisa terangkat karena ada satu persyaratan tentang pendirian PTLN di Indonesia harus memiliki kerja sama atau kolaborasi bidang Akademik, Riset, dan Pengabdian pada Masyarakat dengan perguruan tinggi di Indonesia. Dan masih banyak lagi keuntungan-keuntungan dengan hadirnya PTLN di Indonesia yang dipaparkan oleh Prof. Paulina.(ART)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *