EOC & SHOC

Seperti saya sampaikan terdahulu bahwa saya sedang mengikuti rapat di kantor WHO Jenewa yang me review aturan “International Health Regulation (IHR)” yang dikeluarkan tahun 2005 dan mulai berlaku pada 2007. Banyak sekali yang dibahas, termasuk tentu tentang berbagai aspek pandemi dan juga hubungan internasional tentang penanganan penyakit menular yang berpotensi menyebar antar negara. Rapat berlangsung maraton dari 09.30 sampai 17.30, dengan target hasilnya akan disampaikan pada “World Health Assembly” bulan Mei 2024 ini. Kalau ini dapat terwujud maka dunia akan memiliki instrumen yang jauh lebih baik dalam menghadapi kemungkinan wabah internasional atau pandemi mendatang.

Di sisi lain, IHR (2005) yang sekarang berlaku antara lain menyebutkan bahwa negara perlu membentuk, memperkuat dan memelihara kemampuannya untuk merespon secara efektif kenungkinan terjadinya risiko kesehatan masyarakat dan juga bila terjadi kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (“public health emergency of international concern – PHEIC”). Dalam rangka hal ini maka pada tahun 2012 WHO membentuk Public Health “Emergency Operation Center (EOC)” seperti yang ada di belakang saya ini.

EOC di kantor pusat WHO ini punya beberapa kegiatan penting, antara lain menyampaikan standar dan praktek terbaik EOC di negara-negara anggota WHO, termasuk Indonesia tentunya. Di dalamnya juga ada WHO

“Strategic Health Operation Centre (SHOC)” yang memantau situasi kejadian kesehatan masyarakat (“public health events”) selama 24 jam di seluruh dunia,  yang berkoordinasi dengan EOC atau SHOC di berbagai negara di dunia. Tentunya tujuannya adalah untuk mendeteksi,  menangani dan  memfasilitasi kerjasama internasional bila terjadi kegawatdaruratan kesehatan masyarakat.

Untuk kita di Indonesia, karena negara kita besar dan luas, maka tentunya baiknya ada semacam EOC di tingkat nasional (yang memang sudah ada) dan juga daerah, baik propinsi maupun kabupaten/kota. Ada tiga hal penting yang dapat dilakukan. Pertama, ini adalah bentuk surveilan dan deteksi dini kalau ada masalah kegawatdaruratan kesehatan masyarakat di pelosok manapun negara kita. Ke dua, pemerintah pusat dapat dengan segera melakukan tindakan penanganan keadaan supaya tidak makin meluas, dan ke tiga akan mungkin ada kerjasama antar daerah untuk mendeteksi potensi dan juga segera mengatasi kegawatdaruratan kesehatan masyarakat.

 

Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI
Sedang mengikuti rapat di kantor WHO Jenewa